Tradisi Makan Besaprah Masyarakat Melayu Sambas
Makan besaprah
merupakan tradisi yang telah berakar pada masyarakat Melayu Sambas yang masih
dilestarikan. Masyarakat Melayu Sambas membiasakan makan besaprah bersama keluarganya di rumah, agar rezeki atau makanan
yang disediakan menjadi berkah, karena setiap orang mendapat bagian, walaupun
makanan yang disediakan hanya sedikit. Makan besaprah juga dibudayakan pada acara majelis jamuan, yaitu acara
pernikahan, khitanan, selamatan, tahlilan, dan lain-lain, tetapi di dalam majelis
jamuan, makan besaprah dikemas mejadi
lebih rapi dan formal.
Dilihat dari pengertiannya, makan adalah memasukkan
makanan ke dalam mulut serta melumatkan dengan gigi dan menelannya melalui
tenggorokan (Fajri, 1996: 543). Saprah
secara harfiah berarti berhampar, yaitu makan bersama menggunakan tangan dan duduk bersila di atas lantai secara
berkelompok yang terdiri dari enam orang dalam satu kelompok (Ikram, 2004: 29).
Makan besaprah artinya acara makan
bersama yang merupakan tradisi masyarakat Melayu Sambas, dilakukan secara
berkelompok dengan duduk bersila di lantai mengelilingi lauk-pauk, dan makan
menggunakan tangan.
Tradisi makan besaprah memiliki makna duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi,
yang artinya setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan. Tujuan
makan besaprah adalah untuk
mempererat silaturahmi dengan cara makan bersama dan saling berbagi. Saprahan menekankan pentingnya
kebersamaan, keramahtamahan, kesetiakawanan sosial, serta persaudaraan.
Perlengkapan makan besaprah untuk sehari-hari berbeda
dengan perlengkapan untuk majelis jamuan. Perlengkapan makan besaprah untuk sehari-hari tidak banyak
menggunakan alat yang khusus, biasanya hanya disediakan air cuci tangan,
serbet, nasi, lauk-pauk yang sederhana, piring, dan air minum. Perlengkapan
makan besaprah untuk majelis jamuan
ditata atau dikemas menjadi lebih rapi dan formal. Alat yang digunakan adalah
air cuci tangan menggunakan wadah yang memiliki penutup; serbet; pinggan saprah (piring besar) yang berisi nasi;
lima jenis lauk-pauk yang menyimbolkan rukun Islam ada lima, contoh
yang sederhana seperti opor ayam atau daging sapi, semur ayam atau daging sapi,
sambal goreng hati dan kentang, telur, acar, dan lain-lain (sesuai kemampuan
penyelenggara jamuan); alas saprah, yaitu secarik kain yang
digunakan sebagai alas piring lauk-pauk; piring berjumlah enam buah, karena di
dalam majelis jamuan satu saprah
terdiri dari enam orang menyimbolkan rukun iman ada enam; enam buah cangkir
yang berisi air minum bergula; dan buah, contohnya pisang, jeruk, atau
semangka.
Tata
cara menghidangkan saprahan untuk
majelis jamuan memiliki beberapa aturan dan telah menjadi kebiasaan masyarakat
Melayu Sambas. Orang yang membawa perlengkapan jamuan harus memakai pakaian
yang seragam, agar terlihat rapi. Orang
pertama membawa air cuci tangan dan serbet yang diletakkan di awal saprahan,
orang kedua membawa pinggan saprah
yang berisi nasi, orang ketiga membawa talam (nampan besar) yang berisi lauk
pauk, dan orang keempat membawa air minum dan buah yang diletakkan di akhir
saprahan.
Tata cara makan besaprah
di dalam majelis harus rapi, para tamu akan membuat susunan yang saling
berhadapan di dalam majelis, setiap kelompok terdiri atas enam orang, yaitu
tiga-tiga orang yang saling berhadapan. Hal yang pertama dilakukan adalah
setiap orang harus mencuci tangan, karena makan besaprah tidak menggunakan sedok, kemudian ada satu di antara
mereka membagikan nasi ke setiap piring yang lain, bagi yang telah mendapatkan
nasi boleh mengambil lauk dan kuah secukupnya, makan besaprah boleh menambah porsi makan. Jika telah selesai makan,
setiap orang boleh mencuci tangan dan mengelap tangannya menggunakan serbet,
kemudian minum air yang telah disediakan tuan rumah.
Berdasarkan
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa makan besaprah adalah acara makan bersama yang merupakan tradisi
masyarakat Melayu Sambas, dilakukan secara berkelompok dengan duduk bersila di
lantai mengelilingi lauk-pauk, dan makan menggunakan tangan. Makan besaprah selain dibudayakan pada setiap
keluarga, juga dibudayakan pada setiap majelis jamuan, tetapi perlengkapan dan
tata caranya dikemas lebih rapi dan formal.
Comments
Post a Comment