PERIBAHASA SAMBAS
PERIBAHASA MELAYU SAMBAS: SEBUAH
INVENTARISASI SERTA ANALISIS JENIS DAN FUNGSI
Siwi Annisa
Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak
Email: siwiannisa@gmail.com
Abstract
The research of Sambas Malay proverb based on the
existence of proverb among Sambas Malay people that almost extinct. Proverb was
used to control attitude before the existence of law of criminal and civil
case. The proverb it self functions as advice, satire, compliment, diplomatic
language. This proverb research focuses to take inventory, classifying types
and functions of Sambas Malay proverb, also providing lesson plan of proverb at
school in Curriculum 2013. The result research of Sambas Malay proverb take
invetory 300 proverbs. The proverb are classified based on the types, they are
bidalan in total 94, pepatah in total 24, perbilangan in total 7, perumpamaan
in total 147, lidah pendeta in total 0,
kiasan in total 12, tamsil in total 9, and ibarat in total 7. While Sambas
Malay proverb which classified based on the function, they are as advice in
total 77, as satire in total 155, as compliment in total 20, and diplomatic
language in total 5, also as literary work or conversation in total 43. The
result of Sambas Malay proverb also provides lesson plan which is able to be
applied in Curriculum 2013.
Keywords: Proverb, Inventory, Type, Function,
Lesson Plan
Aktivitas kesastraan di wilayah kebudayaan Sambas
secara umum berbentuk lisan. Pantun, becerite,
bedande’, mantra, dan peribahasa
merupakan contoh sastra lisan yang ada ada di wilayah Kabupaten Sambas. Akan
tetapi, eksistensi sastra lisan di wilayah Kabupaten Sambas pada zaman sekarang
mulai memudar seiring dengan globalisasi.
Kabupaten Sambas merupakan bagian dari Kalimantan
Barat yang juga menjadi sasaran globalisaasi. Oleh karena itu, di wilayah
Kabupaten Sambas banyak dilakukan penelitian untuk mengkaji hasil kebudayaan
yang berbentuk sastra lisan. Jenis sastra lisan Melayu Sambas hampir semua
sudah menjadi objek penelitian, baik dari proyek suatu instansi, penelitian
mandiri, maupun objek penelitian tugas akhir mahasiswa seperti tesis dan
skripsi. Akan tetapi, belum ada yang mengkaji peribahasa yang berkembang di
dalam masyarakat Melayu Sambas.
Orang-orang tua di Sambas pada zaman dahulu senang
sekali menyampaikan pikirannya dengan kata-kata berkias seperti peribahasa.
Peribahasa digunakan untuk pengaturan tata tertib pergaulan sesama manusia
sebelum ada undang-undang pidana dan perdata. Akan tetapi, generasi muda sudah
tidak mengapresiasi sastra daerahnya sendiri karena dianggap ketinggalan zaman
dan primitif sehingga peribahasa terancam punah. Padahal, jika dicermati
kembali peribahasa berguna pada kehidupan sekarang karena mempunyai kekuatan
yang dapat menembus ruang dan zaman (Rosidi, 1995:35) yang artinya peribahasa
yang diciptakan oleh orang-orang tua zaman dahulu masih dapat digunakan pada
zaman sekarang untuk menyampaikan pesan dan nilai-nilai kepada generasi muda.
Oleh karena itu, peribahasa Melayu Sambas perlu diinventarisasikan agar tidak
hilang atau mati. Kematian sebuah tradisi lisan berarti kehilangan sebuah
ensiklopedia suatu masyarakat (Pudentia dalam Taum, 2011:6).
Kebiasaan dan kepiawaian orang-orang tua di Sambas
dalam bermain kata—dalam hal ini berperibahasa—mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian terhadap peribahasa Melayu Sambas. Walaupun tidak sering, peribahasa
dapat didengar dalam lingkungan keluarga dan masyarakat secara spontan.
Peribahasa yang dituturkan kadang-kadang berfungsi sebagai nasihat, sindiran,
dan pujian. Sesuatu yang disampaikan dengan peribahasa akan diwakili dengan
pilihan kata yang sesuai dan tidak melukai perasaan orang lain serta
pesan-pesan yang disampaikan dapat memberi hasil yang lebih optimal jika dibandingkan
dengan nasihat yang disampaikan secara berterus terang (Aman dalam Djamaris,
1993:26). Oleh karena itu, peribahasa memiliki kepentingan untuk diteliti jenis
dan fungsinya bagi masyarakat Melayu Sambas.
Peribahasa ialah satu susunan bahasa yang indah dan
menarik dituturkan oleh orang ramai sejak berapa lama dan membawa pengertian
yang bijaksana, maka susunan bahasa ini dipakai orang untuk menjadi teladan,
bandingan, dan pengajaran (Hamid, 2001:267). Peribahasa adalah ungkapan yang
telah mendapat makna dan tempat khusus dalam pemakaian bahasa. Di dalamnya
terkadang-kadang tersirat juga adanya undang-undang adat atau
peraturan-peraturan adat (Hutomo, 1991: 67). Peribahasa adalah ungkapan atau
kalimat ringkas, padat yang berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip
hidup, atau gambaran tingkah laku (Wijana dan Rohmadi, 2011:98). Berdasarkan
beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa peribahasa merupakan
sastra lisan lama yang berupa kalimat kiasan yang ringkas padat dan memiliki
tujuan untuk memberi nasihat yang mendidik dengan cara halus dan berkias.
Walaupun ringkas, peribahasa akan mengena pada sasaran dan mudah dipahami
pendengarnya.
Za’ba (dalam Piah, 1989:459) membagi jenis peribahasa
yaitu bidalan/pepatah, perbilangan, perumpamaan, lidah pendeta, kiasan, dan
tamsil/ibarat. Bidal merupakan bahasa berkias yang menekankan tentang bandingan
dan teladan, yaitu mengandung perbandingan tetapi lebih mengutamakan teladan. Pepatah
tidak menggunakan kiasan sehingga maknanya sesuai dengan kata-kata yang
diucapkan. Perbilangan memiliki konotasi adat dan dari segi isi tergolong
teromba. Teromba adalah ungkapan adat yang berfungsi untuk menyampaikan
norma-norma adat. Perumpamaan ialah susunan bahasa yang ringkas dan padat yang
bermakna dua lapis, yaitu menyebutkan suatu maksud dengan memberikan
perumpamaan kepada sesuatu perkara lain yang serupa dengannya. Lidah pendeta
atau lidah pendita sebenarnya masih
termasuk bidal, tetapi asal muasal lidah pendeta diucapkan oleh orang-orang
pandai/pertapa. Kiasan ialah ungkapan bahasa yang melukiskan sesuatu maksud
dengan dikiaskan atau dibandingkan kepada perkara-perkara yang lain. Kadangkala
tidak pula disebut akan perbandingan itu (Hamid, 2001:268). Tamsil adalah bahasa kiasan yang bersampiran, bersajak, dan berirama”
(Kristantohadi, 2010:14). Ibarat merupakan perbandingan antara orang atau benda
dengan hal-hal lain dengan menggunakan kata seperti (Kridalaksana, 2008:90).
Peribahasa begitu penting kedudukannya sehingga
digunakan untuk tujuan tertentu. Berdasarkan tujuan, fungsi peribahasa dibagi
menjadi empat, yaitu nasihat, sindiran, pujian, dan bahasa diplomasi.
(Djamaris, 1993:26). Za’ba (dalam Piah, 1989:467) membagi kegunaan peribahasa
secara umum, yaitu: a) menghiasi karangan dan percakapan; b) menguatkan tujuan
atau percakapan itu; c) kebanyakannya
boleh menjadi pegangan hidup karena isinya yang besar dan luas itu. Peribahasa
sebagai penghias karangan atau percakapan karena peribahasa terdiri dari
kata-kata yang indah dan berkias sehingga dapat menghiasi karangan atau
percakapan. Dengan berperibahasa tujuan percakapan akan lebih diterima,
misalnya saja dalam berjuang ada peribahasa mati
satu tumbuh seribu yang menjadi pengukuh tujuan atau fungsi diplomasi.
Peribahasa sebagai pegangan hidup karena berdasarkan sejarahnya saja berasal
dari orang Melayu yang menjadikannya pengatur tata tertib pergaulan antar
manusia.
Peribahasa
dapat diajarkan kepada siswa di sekolah. Materi peribahasa dapat disisipkan
dalam pembelajaran cerita rakyat yaitu fabel/legenda/dongeng. Di dalam cerita
rakyat biasanya terdapat peribahasa yang patut dipelajari siswa karena cerita
yang di dalamnya terdapat peribahasa akan lebih indah. Materi tersebut akan
dipelajari pada tingkat SMP/Mts kelas VII dalam Kurikulum 2013 yaitu pada
Kompetensi Dasar 3.15 mengidentifikasi informasi tentang fabel/legenda daerah
setempat yang dibaca dan didengar.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Data
yang didapatkan dipaparkan atau dideskripsikan sesuai dengan fakta lapangan.
”Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang memberikan gambaran atau
uraian atas suatu keadaan dengan jelas tanpa ada perlakuan terhadap objek yang
diteliti” (Jauhari, 2007:35). Berdasarkan
penjelasan tersebut, peneliti ingin mendeskripsikan masalah dalam penelitian ini, yaitu
inventarisasi peribahasa Melayu Sambas, jenis, fungsi, dan rencana implementasi
pembelajaran peribahasa di sekolah.
Bentuk
penelitian yang digunakan untuk penelitian sastra lisan ini adalah kualitatif
penelitian sastra lisan. Hal ini dilakukan karena sastra lisan merupakan
fenomena humanistis sehingga perlu didekati dengan paham manusiawi pula
(Endraswara, 2009:222). Bentuk penelitian kualitatif menghendaki pemaparan yang
menuntut peneliti untuk cermat dalam menyusun data hasil penelitian secara
sistematis.
Pengumpulan
data menggunakan dua cara yaitu penelitian lapangan dan kepustakaan. Penelitian
lapangan di lakukan di wilayah Kabupaten Sambas, yaitu Kecamatan Selakau,
Kecamatan Tebas, Kecamatan Sambas, dan Kecamatan Teluk Keramat yang menggunakan
dua teknik yaitu wawancara dan pengamatan. Teknik wawancara dilakukan secara
bebas dan terarah (menggunakan instrumen). Teknik pengamatan dilakukan dengan
memperhatikan jarak domisili peneliti dan informan agar mudah melakukan
pengamatan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan menggunakan delapan buku
kumpulan dongeng yang ditulis oleh Chairil Effendy.
Pengujian
keabsahan data dilakukan dengan triangulasi data, teori, dan konsultasi kepada
pembimbing. Analisis data
dilakukan menggunakan cara gunting lipat, artinya ketika ada informasi yang
kurang relevan digunting, yang kurang layak dilipat atau tidak ditampilkan
(Endraswara, 2009:223). Teknik analisis data yang dilakukan peneliti sebagai
berikut: 1) memilah dan memeriksa satu
persatu data peribahasa Melayu Sambas dengan cermat; 2) mentranskripsi dan
menyunting peribahasa dari bahasa sumber ke bahasa sasaran; 3) menginterpretasikan makna peribahasa sesuai
konteks di lapangan dan pendapat informan; 4) mengklasifikasikan jenis-jenis
peribahasa dalam bentuk tabel; 5) memaparkan
fungsi-fungsi peribahasa; 6) mendiskusikan hasil analisis dengan pembimbing; 7)
menyimpulkan hasil analisis data.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Peribahasa
Melayu Sambas yang terhimpun dari data lapangan berjumlah 358 peribahasa dan
kepustakaan berjumlah 24 peribahasa. Akan tetapi, peribahasa tersebut masih
dalam hitungan berulang, yaitu sebuah peribahasa yang dituturkan oleh beberapa
informan namun terdapat perbedaan diksi dengan makna yang sama antara satu
informan dengan informan yang lain. Peribahasa tersebut kemudian dilakukan
validasi data dengan konsultasi kepada pembimbing sehingga diputuskan data yang
terkumpul sebanyak 300 peribahasa. Peribahasa yang memiliki kesamaan bunyi dan
maknanya sama dihitung sebagai satu peribahasa, bukan sebagai variasi, misalnya
duduk mati, bediri mati, tindeh rambut
salai pun mati dan aku mande’ silalu
mati, timpa’ rambut salai pun mati; melintang patah mujor lalu dan bujor lalu
melintang patah; biar pacah di parut
jangan pacah di mulut dan labbeh baik paccah di parrut daripade paccah di mulut. Peribahasa-peribahasa tersebut memiliki
kemiripan kalimat dan maknanya juga sama. Oleh karena itu, dua peribahasa yang
memiliki kesamaan hanya dihitung satu data. Berdasarkan data lapangan dan
kepustakaan yang terhimpun, berikut adalah contoh data peribahasa Melayu Sambas
yang disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 1. Inventarisasi Peribahasa Melayu Sambas
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
1.
|
Abis boleh, jahat boleh.
|
Habis dapat, jahat dapat.
|
Memberi bantuan
kepada seseorang yang tidak tahu berterima kasih.
|
2.
|
Abis boleh, kappa’ boleh.
|
Habis dapat, lelah
dapat.
|
Segala pengorbanan
yang tidak dihargai.
|
3.
|
Abis di utan, abis di rumah.
|
Habis di hutan, habis
di rumah.
|
Usaha pertanian yang
selalu gagal, tidak berhasil.
|
4.
|
Abis sari makan sari.
|
Habis sehari makan
sehari.
|
Tidak ada sisa dari
hasil usaha.
|
5.
|
Ade gulle ade sammut.
|
Ada gula ada semut.
|
Di mana ada
kesempatan di situ orang meraihnya.
|
Peribahasa terbagi menjadi beberapa jenis. Teori yang
digunakan untuk mengklasifikasikan jenis-jenis peribahasa adalah teori Za’ba
(dalam Piah, 1989:459), yaitu bidalan, pepatah, perbilangan, perumpamaan, lidah
pendeta, kiasan, tamsil, dan ibarat. Berdasarkan teori Za’ba tersebut, data
yang didapatkan yaitu sebanyak 300 peribahasa Melayu Sambas akan
diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenisnya.
Bidalan
adalah bahasa berkias, yang digunakan secara halus, artinya tidak terang,
sehingga orang yang mendengarkannya harus mendalami dan meresapkan arti serta
maksud dalam hatinya sendiri. Jadi, sukar sekali untuk mengetahui maksud bidal
itu kalau seseorang tidak berperasaan halus (Kristantohadi, 2010:12). Bidalan
adalah jenis peribahasa yang menekankan tentang bandingan dan teladan.
Peribahasa
Melayu Sambas yang termasuk jenis bidal sebanyak 94 peribahasa, contohnya
sebagai berikut.
Tabel 2.
Contoh Peribahasa Melayu Sambas Jenis Bidalan
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
92.
|
Berani
nabbang, berani mikkol.
|
Berani menebang, berani memikul.
|
Setiap orang harus bertanggung jawab terhadap
perbuatannya.
|
113.
|
Gayye
gandang gayye jua’ tari.
|
Begitu gendang begitu juga tari.
|
Sikap pandai menyesuaikan diri.
|
132.
|
Kacik-kacik
cabe’ rawet.
|
Kecil-kecil cabai rawit.
|
Walaupun kelihatan kecil, tapi cukup berarti.
|
Peribahasa
92, 113, 132, menggunakan bahasa berkias, yaitu menyatakan suatu maksud dengan
kalimat yang lain dan maknanya memberikan teladan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga peribahasa 92, 113, 132, dapat dikategorikan jenis bidal. Akan tetapi,
menurut data yang diperoleh di lapangan ada peribahasa yang maknanya berbentuk
larangan.
Walaupun demikian, jika dikaitkan dengan ciri
bidal, yaitu berkias dan mengutamakan keteladanan, peribahasa tersebut masuk
dalam kategori bidal. Hal tersebut dikatakan demikian karena larangan atau hal
yang dilarang pasti memiliki suatu tujuan.
Peribahasa yang berisi larangan setidaknya
untuk memberikan teguran dan pengajaran agar setiap orang tidak berlaku seperti
itu demi terciptanya perhubungan hidup sesama insan yang teratur (Hamid,
2001:267; Shariff, 2002:137). Peribahasa yang berisi larangan dapat
dikategorikan sebagai bidal karena juga berisi nasihat agar tidak melakukan
perbuatan tersebut dengan bahasa yang berkias.
Pepatah ialah ungkapan bahasa yang padat dan
ringkas untuk memberi pengajaran dan nasihat. Pepatah berasal dari patah-patah kata.
Kebanyakan pepatah mengandung ungkapan selapis sahaja. Apa-apa yang
diperkatakan itulah yang dimaksudkan; cuma bahasanya saja yang sukar sedikit
difahami karena pemakaian kata-kata daripada bahasa Melayu yang jarang
dipergunakan lagi pada hari ini (Za’ba dalam Hamid, 2001:268). Peribahasa
Melayu Sambas yang termasuk jenis pepatah ada 24 buah contohnya sebagai
berikut.
Tabel 3.
Contoh Peribahasa Melayu Sambas Jenis Pepatah
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
1.
|
Abis
boleh, jahat boleh.
|
Habis dapat, jahat dapat.
|
Memberi bantuan kepada seseorang yang tidak
tahu berterima kasih.
|
82.
|
Baik
bepade-pade, jahat jangan sikali.
|
Baik berpada-pada, jahat jangan sekali.
|
Dalam hal berteman kita harus pandai menjaga
jarak, jangan berlebihan.
|
94.
|
Betanya’
nda’ mao’, mandai nda’ tau.
|
Bertanya tak mau, memandai tak tahu.
|
Menggambarkan orang yang tidak kreatif.
|
Peribahasa 1, 82, 94, dapat dikatakan sebagai
peribahasa jenis pepatah karena memiliki makna sebagai pengajaran dan nasihat.
Selain itu, apabila dilihat antara peribahasa dan maknanya memiliki hubungan
yang erat. Secara ringkas dapat dikatakan makna peribahasa dapat diketahui dari
peribahasanya secara jelas karena bermakna selapis. Pepatah jika dilihat dari
ciri bahasanya secara umum menggunakan bahasa Melayu yang jarang dipergunakan
lagi seperti berpada-pada, boleh (yang berarti didapatkan), dan sari
yang artinya sehari. Contoh lainnya yaitu kata ganting pada peribahasa labeh
baik ganting
daripade
putus yang menyatakan situasi genting, kata ganting
sudah jarang digunakan orang lagi.
Perbilangan memiliki konotasi adat dan dari
segi isi tergolong teromba. Teromba adalah ungkapan adat yang berfungsi untuk
menyampaikan norma-norma adat. Secara ringkas, perbilangan ini adalah ungkapan
adat untuk menyampaikan norma adat yang memenuhi sifat hakiki peribahasa, yaitu
berupa ungkapan, tidak satu kata tradisional saja, dan memiliki daya hidup
dalam tradisi lisan. Peribahasa Melayu Sambas yang termasuk jenis perbilangan
ada tujuh buah, contohnya sebagai berikut.
Tabel 4.
Contoh Peribahasa Melayu Sambas Jenis Perbilangan
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
114.
|
Idup
dikandong adat, mati dikandong tanah.
|
Hidup dikandung adat, mati dikandung tanah.
|
Dalam kehidupan sehari-hari kita harus
mengikuti adat istiadat di mana kita berada.
|
250.
|
Adat
besendikan syara’, syara’ besendikan kitabullah.
|
Adat bersendikan syara’, syara’ bersendikan
kitabullah
|
Adat yang dijalankan berlandaskan hukum Islam
dan Alquran.
|
267.
|
Dakat
da’ besande’, jauh nda’ beintare.
|
Dekat tak bersentuh, jauh tak berjarak.
|
Kedudukan yang tidak berjarak, sangat dekat,
biasanya untuk menyatakan kedudukan Tuhan dan hambanya.
|
Peribahasa 114, 250, 267, termasuk dalam jenis
perbilangan karena berhubungan dengan adat dan agama yang memiliki ciri bahasa
tentang kepentingan adat. Kepentingan agama dan adat biasanya terdapat dalam
teromba. Teromba berisi norma-norma adat untuk mengatur kehidupan masyarakat.
Perumpamaan ialah susunan bahasa yang ringkas
dan padat yang bermakna dua lapis, yaitu menyebutkan suatu maksud dengan
memberikan perumpamaan kepada sesuatu perkara lain yang serupa dengannya. Oleh
karena itu, perumpamaan dikatakan membawa pengertian dua lapis. Kebanyakan
perumpamaan menggunakan kata-kata seperti, umpama, ibarat, pada permulaan
ungkapannya.
Dengan itu, perumpamaan membawa maksud
perbandingan atau bertujuan untuk menyatakan sesuatu maksud di sebalik
perbandingan tersebut. Sementara itu, terdapat juga perumpamaan yang
meninggalkan kata-kata perbandingannya (Hamid, 2001:268). Berdasarkan pendapat
para ahli, dapat disimpulkan bahwa perumpamaan umumnya menggunakan kata-kata
perbandingan untuk mengatakan suatu maksud dengan kalimat yang berbeda. Akan
tetapi, ada pula yang tidak menggunakan ciri tersebut sehingga untuk
identifikasi dan klasifikasi, perumpamaan tersebut lebih menekankan pada
menyatakan suatu keadaan. Peribahasa Melayu Sambas yang termasuk jenis
perumpamaan berjumlah 147 buah, contohnya sebagai berikut.
Tabel 5.
Contoh Peribahasa Melayu Sambas Jenis Perumpamaan
dengan Kata Perbandingan
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
30.
|
Bagai
begantung nda’ betali.
|
Bagai bergantung tak bertali.
|
Tidak ada kepastian yang jelas.
|
31.
|
Bagai
begantong ke rambut sallai.
|
Bagai bergantung ke rambut sehelai.
|
Perasaan takut yang luar biasa.
|
51.
|
Bagai
ketupat berisse’.
|
Bagai ketupat berisi.
|
Mengibaratkan tubuh seseorang yang berisi,
sehat, dan montok.
|
Peribahasa
30, 31, 51, termasuk jenis perumpamaan karena menggunakan kata perbandingan:
seperti, sebagai, bagai, bak, laksana, dan sebagainya. Perumpamaan
membandingkan sesuatu dengan hal lain sehingga untuk membedakannya dengan jenis
yang lain lebih mudah. Akan tetapi, Hamid (2001:268) mengatakan ada perumpamaan
yang tidak menggunakan kata perbandingannya.
Dalam
peribahasa Melayu Sambas, terdapat peribahasa yang memiliki makna dua lapis dan
tidak menggunakan kata perbandingan, tetapi bentuknya berisi perbandingan dan
maknanya lebih menekankan pada keadaan suatu kondisi. Peribahasa jenis itulah
yang dikategorikan dalam perumpamaan, khususnya perumpamaan tanpa kata
perbandingan, contohnya sebagai berikut.
Tabel 6.
Contoh Peribahasa Melayu Sambas Jenis Perumpamaan
Tanpa
Kata Perbandingan
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
5.
|
Ade
gulle ade sammut.
|
Ada gula ada semut.
|
Di mana ada kesempatan di situ orang
meraihnya.
|
12.
|
Api
padam puntung berasap.
|
Api padam puntung pun berasap.
|
Permasalahan yang sudah selesai muncul
kembali.
|
93.
|
Betammu
buko’ dengan ruas.
|
Bertemu buku dengan ruas.
|
Suatu keadaan yang benar-benar cocok.
|
Peribahasa
5, 12, 93, merupakan contoh perumpamaan tanpa kata pembanding. Perumpamaan ini
membandingkan sesuatu dengan hal lain untuk menyatakan suatu keadaan atau
situasi.
Lidah pendeta atau lidah pendita sebenarnya masih termasuk bidal, tetapi asal muasal lidah
pendeta diucapkan oleh orang-orang pandai/pertapa. Peribahasa jenis lidah
pendeta sulit ditentukan pada data peribahasa Melayu Sambas karena memiliki
kemiripan dengan bidal dan pepatah. Akan tetapi, hal terpenting adalah lidah
pendeta sulit ditentukan dari penutur asli atau sumber awal karena tidak bisa
diidentifikasi. Oleh karena itu, jenis lidah pendeta tidak ditemukan dalam
peribahasa Melayu Sambas.
Kiasan ialah ungkapan bahasa yang melukiskan sesuatu
maksud dengan dikiaskan atau dibandingkan kepada perkara-perkara yang
lain. Kadangkala tidak pula disebut akan
perbandingan itu (Hamid, 2001:268). Kiasan yang mengandung bandingan seperti
contohnya matanya seperti bintang timur;
manis seperti lautan madu, sedangkan kiasan yang tidak menyebut bandingan
contohnya ayam tambatan, pelanduk dua
serupa. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kiasan
menyatakan sesuatu dengan bandingan yang lain, yaitu sesuatu yang ingin
diperbandingkan disebut dan diikuti dengan kata perbandingan, contohnya matanya
seperti bintang timur.
Berbeda dengan perumpamaan yang langsung pada
kata perbandingan sebagai pembukanya. Kiasan yang tidak menggunakan kata
perbandingan juga ada tetapi lebih cenderung menuju kepada ungkapan (idiom).
Peribahasa jenis kiasan terdapat 12 buah, contohnya sebagai berikut.
Tabel 7. Contoh Peribahasa Melayu Sambas Jenis
Kiasan
dengan Kata Perbandingan
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
165.
|
Mulut
bagai madu, ati bagai impadu.
|
Mulut bagai madu, hati bagai empedu.
|
Berbicara di hadapan orang lain sangat baik,
tetapi sebenarnya hatinya sangat jahat.
|
260.
|
Ari
bagai patang lima’.
|
Cuaca seperti petang lima.
|
Menggambarkan suasana yang sangat gelap.
|
Peribahasa 165, 260 termasuk jenis kiasan,
yaitu kiasan yang menggunakan kata perbandingan setelah kata yang ingin
diperbandingkan. Peribahasa 165 yang ingin diperbandingkan adalah mulut dan ati, kemudian diikuti oleh kata
pembanding yaitu bagai, dan dilengkapi dengan pembandingnya yaitu madu dan impadu. Peribahasa 260 juga menggunakan
kata bagai untuk membandingkan ari
yaitu keadaan cuaca dengan kata patang
lima’ yang berarti cuaca yang sangat gelap. Berikut contoh kiasan tanpa
kata perbandingan.
Tabel 8. Contoh Peribahasa Melayu Sambas Jenis
Kiasan
Tanpa Kata Perbandingan
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
156.
|
Malu-malu
kucing.
|
Malu-malu kucing.
|
Perilaku seseorang yang berpura-pura malu,
padahal memiliki suatu niat/maksud yang tidak baik.
|
233.
|
Miyang
rabong.
|
Rebung gatal.
|
Remaja yang mulai genit, pubertas pertama.
|
284.
|
Langkah
ke kanan.
|
Langkah ke kanan.
|
Ssesuatu yang didapat karena keberuntungan
(rezeki)
|
Peribahasa 156, 233, 284 merupakan kiasan tanpa
kata pembanding. Kiasan tanpa kata pembanding dapat dikategorikan ungkapan
(idiom). Idiom adalah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frase) yang
maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna unsur pembentuknya
(Soedjito, 1988:101). Peribahasa 156, 233, 284 dikategorikan sebagai kiasan
atau idiom karena tidak dapat diartikan secara gramatikal, namun
mengacu kepada makna lain yang berbeda dengan
makna kata pembentuknya.
Tamsil
adalah bahasa kiasan yang bersampiran, bersajak, dan berirama (Kristantohadi,
2010:14). Jadi, tamsil adalah jenis peribahasa yang memiliki sampiran dan isi
dalam bentuk yang pendek. Peribahasa Melayu Sambas jenis tamsil berjumlah 9 peribahasa,
contohnya sebagai berikut.
Tabel 9. Contoh Peribahasa Melayu Sambas Jenis
Tamsil
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
125.
|
Ikan
sapat ikan gabus, makin cappat makin bagus.
|
Ikan sepat ikan gabus, makin cepat makin
bagus.
|
Segala urusan sebaiknya cepat diselesaikan.
|
126.
|
Ikan
sapat ikan sampulayang, bile sampat baro’ sembahyang.
|
Ikan sepat ikan sapulayang, kapan sempat baru
sembahyang.
|
Berisi peringatan dan sindiran terhadap orang
yang lalai melaksanakan solat.
|
Peribahasa 125, 126, memiliki ciri yaitu
bersampiran sehingga dapat dikategorikan
sebagai tamsil karena tamsil merupakan jenis
peribahasa yang memiliki sampiran, bersajak, dan berirama. Ibarat merupakan
perbandingan antara orang atau benda dengan hal-hal lain dengan menggunakan
kata seperti (Kridalaksana, 2008:90). Ibarat memiliki kemiripan dengan
perumpamaan, tetapi ibarat memiliki keterangan pada bagian akhir. Peribahasa
Melayu Sambas yang termasuk dalam ibarat berjumlah tujuh buah, contohnya
sebagai berikut.
Tabel 10. Contoh Peribahasa Melayu Sambas Jenis
Ibarat
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
55.
|
Bagaikan
lampu tereng, urang betarrang kitte begallap.
|
Bagaikan lampu senter, orang diterangi kita
gelap.
|
Memberi nasihat kepada orang lain, tetapi
dirinya sendiri melakukan perbuatan yang tidak baik.
|
58.
|
Bagai
nganggam bara’, terase panas dilapaskan.
|
Bagai menggenggam bara api, terasa panas
dilepaskan.
|
Sikap seseorang yang tidak berani menerima
resiko, tidak bertanggung jawab.
|
Peribahasa 55, 58, memiliki ciri-ciri sebagai
ibarat, yaitu menggunakan kata pembanding di bagian awal/pembuka peribahasa
seperti: bagai dan ibarat. Selain itu, setelah menggunakan kata pembanding,
terdapat kata yang ingin dibandingkan, dan dilanjutkan dengan keterangan
sebagai perbandingannya. Klasifikasi jenis-jenis peribahasa tersebut
kadang-kadang juga tumpang tindih. Akan tetapi, pengklasifikasian didasarkan
pada teori yang digunakan sehingga ciri-ciri yang cenderung kepada jenis
tertentu akan diklasifikasikan menjadi jenis peribahasa tententu.
Peribahasa begitu penting kedudukannya dalam
kehidupan sehari-hari dan digunakan untuk tujuan tertentu. Fungsi peribahasa
diklasifikasikan menurut teori Djamaris
(1993:26) “Peribahasa sering digunakan sebagai
nasihat, sindiran (cacian halus), pujian, dan digunakan sebagai bahasa
diplomasi atau penegasan”. Begitu pula halnya peribahasa Melayu Sambas,
berdasarkan data yang berjumlah 300 peribahasa, fungsinya dibagi sesuai teori
yang digunakan.
”Sebuah
peribahasa dipakai sebagai nasihat akan lebih banyak memberikan hasil daripada
berterus terang, sebab nasihat yang berterus terang tidak hanya kasar bunyinya,
tetapi dapat melukai perasaan orang yang dinasihati” (Djamaris, 2002:26).
Nasihat yang disampaikan dengan sebuah peribahasa tidak akan terdengar tajam
dan melukai hati orang yang mendengarnya. Peribahasa Melayu Sambas yang
berfungsi sebagai nasihat berjumlah 77 peribahasa, contohnya sebagai berikut.
Tabel
11. Peribahasa Melayu Sambas dengan Fungsi Nasihat
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
9.
|
Alah
bise karene biase.
|
Alah bisa karena biasa.
|
Kebiasaan akan membentuk tabiat/karakter
seseorang.
|
89.
|
Bejalan
peliharekan kaki, bekate peliharekan lidah.
|
Berjalan peliharakan kaki, berkata
peliharakan lidah.
|
Mengingatkan kita agar selalu berhati-hati.
|
Peribahasa
9, 89, merupakan contoh peribahasa Melayu Sambas yang berfungsi sebagai
nasihat. Peribahasa 9 biasanya disampaikan orang tua kepada anak untuk
melakukan kebiasaan yang baik agar anak memiliki karakter yang baik pula.
Peribahasa 89 dinyatakan untuk memberikan nasihat kepada anak agar selalu
berhati-hati di mana pun berada.
Sindiran
atau cacian halus berhubungan erat dengan nasihat. Peribahasa yang dianggap
nasihat juga dapat pula dianggap sebagai
sindiran.
Meskipun demikian, ada pula peribahasa yang khusus berupa sindiran atau cacian
halus. Penggunaan peribahasa ini untuk menghindari kata-kata kasar dan tajam
untuk menyindir perbuatan yang kurang baik supaya tidak melukai hati orang yang
dimaksud. Peribahasa Melayu Sambas yang berfungsi sebagai sindiran berjumlah
155 peribahasa, contohnya sebagai berikut.
Tabel
12. Contoh Peribahasa Melayu Sambas dengan Fungsi Sindiran
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
11.
|
Angat-angat
tae’ ayam.
|
Hangat-hangat tahi ayam.
|
Semangat atau kemauan yang hanya sebentar
saja.
|
17.
|
Ambe’
kayu mangkong ke kepala’.
|
Ambil kayu pukul kepala sendiri.
|
Bertindak atau melakukan perbuatan yang
merugikan diri sendiri.
|
Peribahasa
11, 17, merupakan contoh peribahasa yang berfungsi sebagai sindiran, yang
sebenarnya juga dapat berfungsi sebagai nasihat. Akan tetapi, nasihat yang
dimaksud berupa larangan sehingga apabila diklasifikasikan fungsinya lebih
mengacu pada fungsi sindiran. Peribahasa 11, berfungsi sebagai sindiran apabila
dikatakan kepada seseorang yang memiliki semangat menggebu-gebu dalam suatu hal
pada jangka waktu sebentar, setelah itu semangatnya menjadi hilang menghilang.
Peribahasa 17, dinyatakan untuk menyindir sesorang yang melakukan suatu
perbuatan yang merugikan dirinya sendiri. Peribahasa Peribahasa yang memiliki
fungsi
sindiran ciri bahasanya dengan mengibaratkan nama-nama hewan, nama anggota
tubuh, bahkan kotoran. Namun sebenarnya dikolaborasikan dengan diksi lain,
sehingga masih terkesan halus.
Peribahasa
memang tepat digunakan sebagai pujian kepada seseorang Pujian yang disampaikan
dengan berperibahasa sangat enak didengar, halus dan menyenangkan hati.
Sebaliknya, pujian yang dikatakan dengan terus terang terasa hambar dan kadang
bisa dianggap hal yang sebaliknya. Peribahasa Melayu Sambas yang berfungsi
sebagai pujian berjumlah dua puluh buah, contohnya sebagai berikut.
Tabel
13. Contoh Peribahasa Melayu Sambas dengan Fungsi Pujian
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
32.
|
Bagai
bulan ampat ballas.
|
Bagai bulan empat belas.
|
Gadis yang sangat cantik.
|
45.
|
Bagai
ise’ dengan kuku.
|
Bagai isi dengan kuku.
|
Hubungan persahabatan yang erat.
|
Peribahasa
32, 45, merupakan contoh peribahasa yang berfungsi sebagai pujian. Peribahasa
ini diucapkan untuk memuji hal/orang yang sesuai dengan makna peribahasa.
Berkaitan dengan pujian ciri bahasanya adalah hal-hal yang baik, seperti
rembulan, ketupat, isi dengan kuku, telur setelah dikupas, cepat kaki ringan
tangan, dan lain-lain.
Diplomasi
perlu menggunakan bahasa yang indah, kalimat yang singkat, tepat, dan
dalam
maknanya, disampaikan secara tidak langsung secara kiasan.
Pidato-pidato
adat sering terdengar penggunaan peribahasa untuk menyampaikan suatu maksud,
dalam hal ini memang diperlukan bahasa diplomasi, yaitu pengungkapan perasaan
atau buah pikiran dengan cara kiasan (Djamaris, 1993:28). Peribahasa Melayu
Sambas yang berfungsi sebagai bahasa diplomasi sebagai berikut.
Tabel
14. Contoh Peribahasa Melayu Sambas
dengan
Fungsi Bahasa Diplomasi
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
107.
|
Di
mane bumi dipijak, di sie langit dijunjong.
|
Di mana bumi dipijak di situ langit
dijunjung.
|
Adat istiadat di suatu daerah harus kita patuhi
atau taati.
|
114.
|
Idup
dikandung adat, mati dikandong tanah.
|
Hidup dikandung adat, mati dikandong tanah.
|
Dalam kehidupan sehari-hari kita harus
mengikuti adat istiadat di mana kita berada.
|
Peribahasa
107, 114, merupakan peribahasa yang berfungsi sebagai bahasa diplomasi.
Sebenarnya peribahasa sebagai bahasa diplomasi juga masih berfungsi sebagai
nasihat, tetapi dikategorikan sebagai bahasa diplomasi karena peribahasa ini
sering digunakan dalam pidato dan upacara adat.
Peribahasa
Melayu Sambas telah diklasifikasikan fungsinya menurut teori Djamaris, yaitu
fungsi nasihat, sindiran, pujian, dan bahasa diplomasi. Ternyata dari 300 data
peribahasa Melayu Sambas, terdapat 43 peribahasa yang tidak masuk dalam keempat
fungsi tersebut karena memang tidak memenuhi fungsinya. Peribahasa-peribahasa
tersebut hanya menyatakan suatu keadaan/kondisi seseorang dengan bahasa
berkias. Hal tersebut dapat dikategorikan pada kegunaan peribahasa yang
dikemukakan Za’ba (dalam Piah, 1989:467).
Fungsi
peribahasa yang lain adalah sebagai penghias karangan atau percakapan yang
nyatakan oleh Za’ba. Za’ba (dalam Piah, 1989:467) membagi kegunaan peribahasa
secara umum, yaitu: a) menghiasi karangan dan percakapan; b) menguatkan tujuan
atau percakapan itu; c) kebanyakannya boleh menjadi pegangan hidup karena
isinya yang besar dan luas itu.
Peribahasa
yang fungsinya tidak termasuk pada teori Djamaris (1993:26) tersebut dapat
dimasukkan pada teori Za’ba (dalam Piah, 1989:467) yaitu sebagai penghias karangan
dan percakapan. Peribahasa-peribahasa tersebut pada kondisi tertentu tidak
hanya sebagai penghias karangan, namun juga dapat menguatkan tujuan percakapan
jika konteks percakapan berupaya untuk meyakinkan. Peribahasa tersebut
contohnya sebagai berikut.
Tabel 15. Peribahasa Melayu Sambas sebagai Penghias
Karangan
atau Percakapan Menurut Za’ba
No.
|
Bahasa Melayu Sambas
|
Bahasa Indonesia
|
Makna Peribahasa
|
3.
|
Abis di utan, abis di rumah.
|
Habis di hutan, habis
di rumah.
|
Usaha pertanian yang
selalu gagal, tidak berhasil.
|
4.
|
Abis sari makan sari.
|
Habis sehari makan
sehari.
|
Tidak ada sisa dari
hasil usaha.
|
12.
|
Api padam puntung berasap.
|
Api padam puntung pun
berasap.
|
Permasalahan yang
sudah selesai muncul kembali.
|
Peribahasa-peribahasa tersebut menunjukkan bahwa
fungsi peribahasa Melayu Sambas tidak hanya fokus pada teori Djamaris (2002:26)
yaitu berfungsi sebagai nasihat, sindiran, pujian, dan bahasa diplomasi. Akan
tetapi, ada pula peribahasa Melayu Sambas yang maknanya hanya menyatakan
keadaan atau kondisi seseorang yang sesuai dengan teori Za’ba.
Rencana implementasi pembelajaran peribahasa di
sekolah menggunakan kumpulan dongeng yang ditulis oleh Chairil Effendy didasarkan
dengan beberapa aspek, yaitu dilihat berbagai aspek. Pertama, kurikulum yang
berkaitan dengan cerita rakyat berupa fabel/legenda/dongeng tercantum pada
Kurikulum 2013 dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada jenjang
pendidikan tingkat SMA/MA kelas VII semester 2 dengan Kompetensi Dasar 3.15 mengidentifikasi
informasi tentang fabel/legenda daerah setempat yang dibaca dan didengar. Indikatornya yaitu, mengidentifikasi unsur-unsur (peribahasa) cerita
rakyat, mendaftar
kata-kata yang belum diketahui artinya yang ada dalam teks cerita rakyat, menganalisis isi teks cerita
rakyat. Kedua, tujuan pembelajaran yaitu
dapat memupuk kecerdasan siswa dalam berbahasa. Pembelajaran peribahasa
mempunyai beberapa tujuan, di antaranya dapat mengubah perilaku siswa menjadi
lebih baik dalam belajar, berakhlak, dan mempersiapkan diri menatap masa depan.
Penguasaan peribahasa dapat mengembangkan pola pikir dan logika siswa dengan
nilai-nilai kearifan lokal. Mempertajam penalaran,
perasaan, daya khayal dan kecerdasan intelektual anak.
Dapat meningkatkan pengetahuan budaya dan menunjang
pembentukan watak. Ketiga, pemilihan bahan ajar yang mempertimbangkan bahasa,
psikologi siswa, dan latar belakang budaya. Keempat, aspek keterbacaan pada
siswa merupakan suatu bentuk permasalahan terhadap tingkat kesulitan atau
tingkat kemudahan suatu bahan bacaan yang disajikan kepada siswa dalam proses
pembelajaran di sekolah. Aspek keterbacaan berkaitan dengan tingkat pemahaman
dan pengetahuan bahasa siswa. Faktor yang biasanya memengaruhi tingkat
keterbacaan siswa adalah tingkat kesulitan kata dan kalimat yang digunakan
pengarang.
Bahasa yang terdapat dalam kumpulan dongeng yang
ditulis oleh Chairil Effendy
tergolong mudah dipahami oleh siswa kelas VII SMP/MTs., Kumpulan dongeng
yang ditulis oleh Chairil Effendy
berbahasa Indonesia namun memiliki beberapa bahasa daerah dan peribahasa yang
bertujuan agar kelisanan cerita tersebut tidak hilang. Hal ini dapat menjadi
tantangan untuk peserta didik dalam memahami dan memaknai peribahasa dan
cerita.
SIMPULAN
DAN SARAN
Simpulan
Peribahasa Melayu Sambas merupakan bagian dari sastra
Melayu yang terdapat di Kalimatan Barat. Penelitian peribahasa ini menggunakan
teknik lapangan dan kepustakaan yang menghimpun 300 peribahasa. Peribahasa
tersebut diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenisnya, yaitu bidalan, pepatah,
perbilangan, perumpamaan, lidah pendeta, kiasan, tamsil, dan ibarat. Fungsi
peribahasa juga
diklasifikasikan, yaitu sebagai nasihat, sindiran, pujian,
dan bahasa diplomasi, serta sebagai penghias karangan atau percakapan. Hasil
penelitian ini menawarkan rencana implementasi pembelajaran peribahasa di
sekolah Kurikulum 2013.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada
peneliti lain untuk memperluas lokasi penelitian yang belum disentuh dalam
penelitian ini. Selain itu, peneliti lain juga dapat menganalisis nilai budaya,
membandingkan ciri bahasa peribahasa Melayu Sambas dengan peribahasa dari
daerah lain, serta menyediakan instrumen penelitian yang benar-benar dapat
menjaring data dan mudah dipahami oleh informan.
DAFTAR RUJUKAN
Djamaris, Edward. 1993. Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik. Jakarta: Rieneka Cipta.
Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi Penelitian Folklor: Konsep, Teori,
dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.
Hamid, Ismail. 2001. Perkembangan Kesusasteraan Melayu Lama. Selangor: Pearson Education
Malaysia.
Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara yang Terlupakan: Pengantar Studi
Sastra Lisan. Komisaris Jawa Timur: Himpunan Sarjana Kesusasteraan
Indonesia.
Jauhari, Heri. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Kristantohadi, Didik. 2010. Peribahasa Lengkap dan Kesusasteraan Melayu
Lama. Yogyakarta: Tabora Media.
Piah, Harun Mat. 1989. Puisi Melayu Tradisional Satu Pembicaraan Genre dan Fungsi. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Rosidi, Ajip. 1995. Sastera dan Budaya Kedaerahan dalam Keindonesiaan. Jakarta: Pustaka
Jaya.
Shariff, Moh Abbas. 2002. Budaya dan Falsafah Orang Melayu. Singapura: I Nanyang Walk.
Taum, Yoseph Yapi. 2011. Studi Sastra Lisan: Sejarah, Teori, Metode, dan Pendekatan Disertai
Contoh Penerapannya. Yogyakarta: Lamalera.
Wijana, I. Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi.
2011. Analisis Wacana Pragmatik (Kajian
Teori dan Analisis). Surakarta: Yuma Pustaka.
Comments
Post a Comment