Cinta Tau Caranya Pulang


Aku tak dapat menahan rasa, setelah kudapatkan nomor ponselnya aku langsung menghubunginya. Kami berjanji akan bertemu malam ini di kentucky daerah A. Yani. Tanpa sepengetahuan suaminya yang pergi dinas ke luar kota, aku menjemput Retha dengan mobilku di rumahnya. Wajah itu, wajah cantik yang dulu mengisi mimpi-mimpiku  bahkan masih sampai sekarang, berada di pelupuk mataku. Kami pun masuk ke dalam mobil menuju ke tempat yang kami rencanakan. Retha memecah kesunyian di antara kami berdua saat di perjalanan.
“Mengapa kau baru memberi kabar Kak, apakah kau merindukanku?” ucapnya pelan tanpa mengubah sorotan matanya ke arah jejalanan.
“Lebih dari yang kau tau Dik,” jawabku jujur dengan mengerling ke arahnya.
“Aku menunggu kedatangan keluarga besarmu, kepastian, tapi apa kau tak datang-datang. Delapan tahun, itu bukan waktu yang pendek untuk aku menunggumu pulang dari Jepang.” Nada bicara Retha mulai sinis.
“Aku menyesal Dik, ku kira dulu kau akan sabar menungguku. Aku dulu masih belum bekerja, perusahaan Jepang menawarkanku kontrak kerja empat tahun dengan gaji yang sangat tinggi, mana mungkin aku menolak Dik. Aku sangat mencintaimu, aku tak ingin kau hidup berkekurangan jika bersamaku”, jelasku pada Retha.
“Kontrak kerja itu empat tahun, lantas mengapa tahun ini kau baru pulang. Delapan tahun Kak. Semua peristiwa dapat terjadi dalam sewindu itu?”, mata Retha mulai berkaca-kaca.
“Ada beberapa hal yang belum kuceritakan Dik, kontrakku diperpanjang karena ada beberapa proyek tambahan yang harus ditangani dalam waktu cepat, aku diminta menandatangani itu semua, karena hasil kerjaku dinilai bagus oleh atasan. Aku benar-benar ingin pulang waktu itu Dik, wajahmu selalu menjadi bayang-bayang dalam mimpiku, kebersamaan kita. Keluargaku, dan semua itu setiap malam kubayangkan. Tapi tak bisa dik, semua itu tak bisa kulawan.”
“Ada beberapa hal yang belum kuceritaan kepadamu juga  Kak, rumah orangtuaku yang terbakar, Ayah masuk rumah sakit karena luka bakar, sebulan setelah itu ayah meninggal, ibu menjadi sakit-sakitan. Biaya kuliah adik-adikku, sedangkan ekonomi kami sulit waktu itu Kak. Apakah kau di sana tau itu? Tidak Kak, kau di sana asyik sendiri. Banyak pria yang melamarku, banyak juga keinginannya, dari perjaka hingga duda semuanya aku tolak dengan baik-baik, karena apa Kak? Aku hanya menunggumu. Aku hanya menunggumu Kak,” jelas Retha mulai terisak dan menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.
“Kau masih ingat Rizwar Kak? Dia yang membantuku mengirim tulisan-tulisanku ke penerbit, sehingga aku mendapat kontrak kerja dan perekonomian keluargaku mulai membaik. Di saat-saat sulit itu kau dimana Kak? Tak ada. Tak ada sama sekali, kau hilang tanpa jejak. Hanya Rizwar yang membantuku, menjenguk keluargaku, memantau keadaan kami. Jangan pernah salahkan aku ketika  luluh dengan segala perhatiannya. Dia mungkin saat itu tau, bahwa aku hanya menunggumu. Tapi bagaimana dengan perasaannya, aku merasa berhutang budi. Selain itu, aku mulai nyaman dengan kehadirannya. Lalu dimana kamu Kak? Bahkan utuk menghubungiku kau enggan sekali.”
“Dik, maafkan aku, aku tak mengetahui  semua hal itu. Tapi mengapa kau tak datang ke rumah orang tuaku dan menjelaskan semua itu agar mereka dapat mengabarkannya padaku”, aku meminta penjelasan.
“Untuk apa Kak? Supaya mereka kasian? Supaya kamu cepat pulang?  Bukan itu yang aku minta. Cukuplah aku saja yang menjadi alasanmu pulang dalam keadaan apapun, karena aku yakin jika kau mencintaiku maka kau akan tau caranya pulang tanpa kau harus tau aku dalam keadaan susah. Lalu untuk apa kau di sana mengumpulkan harta untukku, sedangkan aku di sini dipinang lelaki lain?
“Setidaknya aku tau dan bisa membantumu Dik, bukankah kau bisa memberi kabar kepadaku lewat apapun?”
“Sudahlah Kak, semuanya sudah terlewati, mungkin kita tak berjodoh. Ibuku saat itu mulai meragukan keseriusanmu karena tak ada kabar apapun darimu dan menginginkan aku untuk segera menikah dengan Rizwar. Sekarang aku sudah menjadi istri orang lain. Walaupun selama ini suamiku tau di hatiku hanya ada kamu dan aku tak pernah mencintainya, karena semua itu telah kujelaskan sebelum pernikahan kami. Aku sudah menjadi istri Rizwar selama 3 tahun, tapi seujung rambut pun tak pernah dia menyentuhku. Tetapi, mulai malam ini aku akan belajar mencintainya seperti dia mencintaiku. Kuharap kita bisa saling melepaskan, semoga kau mendapatkan wanita yang baik Kak.”
Aku tertunduk lemas mendengar pengakuan Retha. Mengapa tidak dari dulu aku pulang, mungkin tidak seperti ini kejadiannya. Seharusnya dulu aku pulang, setidaknya melihat keadaan dan perubahan Retha dari gadis menjadi wanita. Ya seharusnya dulu itu aku lakukan, bahwa cinta tau caranya pulang.
Acara makan malam dibatalkan karena Retha minta diantar pulang, mungkin malam ini dia sudah mulai mencintai suaminya. Ya cinta tau caranya pulang.

Pontianak, 9 Juni 2014



Comments

Popular Posts