KISAH UMMU SULAIM
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua...
Yang saya hormati dewan juri lomba bercerita, para
guru pembimbing, peserta, dan penonton yang telah hadir...
Pada kesempatan ini, saya ingin bercerita tentang
seorang perempuan yang bernama Rumaisha
binti Milhan atau yang lebih dikenal dengan Ummu Sulaim.
Tahukah kalian, siapa itu Ummu Sulaim?
Ummu Sulaim adalah seorang wanita yang hidup di zaman
Rasulullah. Ummu Sulaim merupakan istri dari Malik bin Nadhar dan memiliki anak
yang bernama Anas. Pada saat Rasulullah berdakwah menyerukan tauhid, tanpa
keraguan Ummu Sulaim langsung memeluk agama Islam. Namun suaminya, Malik bin
Nadhir sangat marah dan meninggalkan rumah, ia tidak akan kembali sampai
istrinya mau kembali kepada agama nenek moyang mereka. Sayangnya, di tengah
jalan Malik bertemu dengan musuhnya, kemudian ia dibunuh. Ummu Sulaim pun
menjadi janda. Ia berjanji akan tetap menyusui Anas dan tidak akan menikah
sampai Anas yang memintanya untuk menikah lagi.
Ketika Anas sudah besar, Anas menjadi orang yang
membantu Rasulullah atas permintaan Ummu Sulaim kepada Rasul sendiri. Banyak
orang yang kagum akan keputusan Ummu Sulaim seperti itu.
Seorang
bangsawan bernama Abu Thalhah pun tertarik menikahi Ummu Sulaim. Dengan rasa
cinta dan kagum yang tak dapat disembunyikan tanpa banyak pertimbangan ia
langsung melangkahkan kakinya ke rumah Ummu Sulaim untuk melamarnya dan
menawarkan mahar yang mahal.
Abu Thalhah :
Wahai Ummu Sulaim, maukah kau menjadi istriku? Kau boleh meminta mahar apa saja
bahkan yang paling mahal sekalipun.
(Ummu Sulaim pun menjawab dengan sopan dan rasa
hormat.)
Ummu Sulaim :
Sesungguhnya saya tidak pantas menolak orang yang seperti engkau, wahai Abu Thalhah.
Hanya sayang, engkau seorang kafir dan saya seorang muslimah. Maka tak pantas
bagiku menikah denganmu. Coba Anda tebak apa keinginan saya?
Abu Thalhah :
Engkau menginginkan dinar dan kenikmatan.
Ummu Sulaim :
Sedikitpun saya tidak menginginkan dinar dan kenikmatan. Yang saya inginkan
hanya engkau segera memeluk agama Islam.
(Ummu Sulaim berkata mantap.)
Abu Talhah :
Tetapi, siapa yang akan menjadi pembimbingku?
Ummu Sulaim :
Tentu saja pembimbingmu adalah Rasululah sendiri.
Maka Abu Thalhah pun bergegas pergi menjumpai
Rasulullah yang pada saat itu tengah duduk bersama para sahabatnya. Hati Abu
Thalhah begitu mengharu biru karena rasa cintanya yang menggebu-gebu kepada
Ummu Sulaim, lalu di hadapan Rasulullah ia pun mengucapkan dua kalimat
syahadat.
Menikahlah Ummu
Sulaim dengan Abu Thalhah, sedangkan maharnya adalah keislaman dari suaminya. Tak
berapa lama Allah mengaruniai mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama
Abu Umair. Suatu hari, tiba-tiba saja, bocah mungil mereka, Abu Umair jatuh
sakit. Padahal ia adalah putra kesayangan Abu Thalhah. Jika ia pulang dari
pasar, yang pertama kali ditanyakan adalah kesehatan dan keadaan putranya dan
ia belum merasa tenang bila belum melihatnya. Tepat pada waktu sholat, Abu
Thalhah pergi ke masjid. Tak lama setelah kepergiannya, putranya Abu Umair
menghembuskan nafas terakhir. Ummu Sulaim memang seorang ibu mukminah yang
sabar. Ia menerima peristiwa itu dengan sabar dan tenang. Ummu Sulaim lantas menidurkan
putranya di atas kasur dan berujar berulang-ulang.
Ummu Sulaim : Anakku tersayang.... Insya Allah
ibunda ikhlas, Nak. Innaa lillahi wa inna ilaihi roji’un... Innalillahi wa inna
ilaihi roji’un...
(Ummu Sulaim menidurkan
putranya sambil mengusap wajah Abu Umair)
Ummu Sulaim meminta
kepada sanak keluarganya untuk tidak mengatakan apa-apa tentang Abu Umair pada
Abu Thalhah karena dia sendiri yang akan mengatakannya. Ketika Abu Thalhah
kembali, air mata Ummu Sulaim telah mengering. Ia menyambut kedatangan suaminya
dan siap menjawab pertanyaan.
Abu Thalhah : Bagaimana keadaan Abu Umair
sekarang, wahai istriku?
Ummu Sulaim : Dia lebih tenang dari biasanya
Abu Thalhah merasa
begitu letih hingga tak ada keinginan menengok putranya. Namun hatinya turut
berbunga-bunga mengira putranya dalam keadaan sehat wal afiat. Ummu Sulaim pun
menjamu suaminya dengan hidangan yang istimewa dan berdandan serta berhias
dengan wangi-wangian, membuat Abu Thalhah tertarik dan mengajaknya tidur
bersama. Setelah suaminya terlelap, Ummu Sulaim memuji kepada Allah karena
berhasil menentramkan suaminya perihal putranya.
Menjelang subuh, baru
Ummu Sulaim berbicara pada suaminya.
Ummu Sulaim : Wahai suamiku, Abu Thalhah. Apa
pendapatmu bila ada sekelompok orang meminjamkan barang kepada tetangganya
lantas ia meminta kembali haknya. Pantaskan jika si peminjam enggan
mengembalikannya?
Abu Thalhah : Tidak. Bagaimana bisa si
peminjam enggan mengembalikannya setelah menggunakannya? Wah, mereka
benar-benar tidak waras.
Ummu Sulaim pun
menjawab Abu Thalhah dengan tenang
Ummu Sulaim : Demikian pula putra kita, Abu
Umair. Allah meminjamkannya pada kita dan pemiliknya telah mengambilnya
kembali. Relakanlah ia.
Pada mulanya Abu Thalhah marah dan membentak
karena baru diberitahu oleh istrinya. Namun Ummu Sulaim pun menenangkannya
untuk selalu istighfar meminta apun kepada Allah.
Keesokan harinya Abu
Thalhah menjumpai Rasulullah dan menceritakan kejadian itu. Rasulullah pun
bersabda.
Rasulullah : Semoga Allah subhanahu wa
ta’ala memberikan barakah pada malam pengantin kalian berdua.
Benar saja Ummu Sulaim
lantas mengandung lagi dan melahirkan seorang anak yang diberi nama Abdullah
bin Thalhah oleh Rasulullah. Abdullah kelak di kemudian hari memiliki tujuh
orang putra yang semuanya hafizhul Qur’an. Keutamaan Ummu Sulaim tidak hanya
itu, Allah subhanahu wa ta’ala juga pernah menurunkan ayat untuk pasangan suami
istri itu dikarenakan suatu peristiwa. Sampai Rasulullah menggembirakannya
dengan janji surga dalam sabdanya
Rasulullah : Aku memasuki surga dan aku
mendengar jalannya seseorang. Lantas aku bertanya. Siapakah ini? Penghuni surga
spontan menjawab Ini adalah Rumaisha binti Milhan, ibu Anas bin Malik.
Masyaa Allah...
Begitulah cerita tentang seorang shohabiyah di
zaman Rasulullah semoga kita dapat memetik banyak hikmah dari kisah tersebut.
Aamiin...
Sekian dari saya, wabillahi taufik walhidayah.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Comments
Post a Comment