Cerita Pilu (Juli, 2017)

Cerita Pilu

Aku selalu menulis cerita-cerita pahit perihal cinta.
Bukan karena kisah cintaku yang tak indah.
Cerita cinta tak baik jika melulu baha    gia.
Ia perlu bumbu.

Dan akhirnya ketika aku benar-benar menemukan cinta, kuanggap berakhirlah semua pencarianku.

Tapi apa mau dikata, kisah cinta di akhir perjuangan (perjuanganku saja lebih tepatnya) tak kalah pahit dengan cerita-cerita cinta yang kubuat tak bahagia, ia memilukan.
Sangat memilukan.

Kupikir, setelah selesai kuliah ia akan mencoba menjejak karir.
Mengumpulkan rezeki (yang baginya ini adalah sangat penting untukku dan keluarga kami nantinya).
Tapi ternyata tidak.
Keputusannya untuk kembali merantau, kursus bahasa Inggris di Pare (katanya dia hobi dan ini sangat penting bagi masa depannya) meluluhlantakkan hatiku.

Di mana semua janji yang ia katakan untuk segera membersamaiku menjaga kehormatanku sebagai perempuan?
Ah, sebenarnya ini tak masalah.
Perihal waktu dan hati yang ikhlas semua bisa sembuh.

Mungkin kami kurang lama berbincang dan sudah lama tak saling mengetuk hati.
Kami terlalu sering mengundang desah yang berakhir resah dan sesal, padahal masalah belum kami utarakan.

Entahlah, mungkin salahku terlalu mencintainya dan caraku yang benar-benar keliru.

Sebagai perempuan yang telah lama mengenalnya (namun belum mampu memahaminya), lima tahun.
Bahkan jabatan dalam satu periode saja bisa tanggal pada waktu selama itu.
Apalagi yang bisa kuharapkan daripada keseriusan dan bukti-bukti untuk menyegerakan?

Telah kukatakan, bahwa aku tak mungkin menunggu terlalu lama lagi.
Sedangkan cinta saja bisa jenuh.
Aku tak bermaksud menekan, namun berpikirlah, kita sudah sama-sama dewasa, kita saling mengenal walau dalam ukuran parsial, aku mengenal orang tuamu, dan kau pun begitu pada orang tuaku, lalu menunggu apa?
Mapan?
Sudah kutawarkan beberapa lowongan kerja padanya, bukan sekadar memberi tahu.
Sebenarnya itu adalah maksud, "aku akan selalu membersamaimu, mapanmu adalah nafkah untukku, inilah caranya kukirimkan info lowongan kerja, silakan kirimkan lamaran kerjamu, agar kau segera bisa menjaga kehormatanku".
Namun, kau tak pernah melaluinya sepenuh hati.
Dan kunilai begitulah usahamu memperjuangkanku.
Maaf jika aku salah.

Lalu ketika aku merasa lelah dan butuh penguatan akan cintamu
Dengan santainya ia berkata "pergi cari lah seperti yang engkau inginkan jika sudah tak sanggup menungguku"
Semudah itukah laki-laki yang katanya mencintaimu, yang akan memperjuangkanmu sangat ikhlas melepas?

Mungkin kau sudah jenuh, pikirku.

Aku tak dapat melihat kepiluan lain dari akhir ceritaku.
Penantianku bertahun-tahun tak ada artinya.

Comments

Popular Posts