Kala Pertama AKu Jatuh Cinta
Aku jatuh cinta pertama kali ketika masih
kelas empat SD. Tugas sekolah membuat puisi yang menjadi musababnya. Guru
bahasa Indonesiaku namanya Bu Yusmiati, bahkan Ibu itu pernah menjadi guru
ibuku di SD Tarbiyah. Umurnya tak setua pengalaman mengajarnya seperti yang
dibayangkan, dia masih cukup muda waktu itu, sekitar 38 tahun.
Aku terbiasa meminta bimbingan kepada orang
yang lebih tua ketika mengerjakan PR. Saat itu, tugas membuat puisi aku
diajarkan oleh Pak Teh, sebenarnya lebih tepat disebut “dibuatkan Pak Teh”.
Dengan penuh coretan bukuku tertulis dengan jelas judulnya
“Pahlawan Tak Dikenal (Penyapu Pasar)”
Jujur, aku hanya menambah sedikit-sedikit kata
yang sebenarnya tidak perlu. Aku sebagian lirik puisi itu, tetapi sebagian lagi
masih ingat. Begini liriknya
Di pagi buta engkau membuka mata
Bangun dari tidur lelap semalam
Di timur fajar kaki mengayuh
Tiba di jalan pagi yang terang
Engkau sesosok tua,
Mengais rezeki sesuap nasi
Membanting tulang tiada henti
Demi menafkahi keluarga
Compang camping baju di tubuh
Mengalir keringat tidak terasa
Ahhh... aku rindu kelanjutan puisi itu
Tapi apa daya, aku benar-benar lupa
Maklum, hampir sepuluh tahun tanpa kuabadikan
lirik itu.
Dulu, aku terpana sekali dengan untaian kata
tersusun rapi dan apik itu.
Tertulis jelas di bawah puisi itu, Buah Pena:
Siwi Annisa
Ah.. aku malu sekali jika harus jujur
mengakuinya, terasa kembang kempis hidungku ketika ingat itu...
Aku terpana rasanya indah tak terperikan, aku
membacanya berulang kali, kapan pun, dimana pun, di depan orang tuaku, di depan
teman sepermainanku, bahkan tanpa malu-malu aku membacanya dengan suara nyaring
seperti mendeklamasikan puisi dengan nada katro, yang biasanya di lakukan oleh
pembaca puisi “Aku” Chairil Anwar.
Sayang sekali mahakarya itu dibacakan oleh
pembaca puisi amatiran sehingga feelnya enggak dapet, dan intonasi pembacaannya
suka diolok-olok pendengar.
Karena terlalu sering diulang aku bahkan hafal
lirik puisi itu, serasa mendarah daging. Makanya walaupun sudah sepuluh tahun
ini, aku masih ingat sebagian puisi itu.
Ah.. indah sekali, jika aku bisa mengingat
semuanya.
Ketertarikanku bermula ketika aku sering jaga
warung di depan rumah. Selain iseng baca buku-buku “risalah, almuslimun,
sabili” milik ayahku yang bertumpuk di tempat kasir, biasanya aku menyalin
catatanku karena di sekolah biasanya aku
di suruh mencatat ke papan tulis. Setelah itu, aku suka mencorat-coret bagian
dalam kertas kotak pack rokok, aku tanpa sadar menuliskan lirik puisi itu lagi
dan lagi.
Rasanya bahagia sekali Pak Teh dengan ikhlas
membubuhkan namaku di bawahnya..
Ku pikir aku ingin membuat puisi, kubuat
dengan pola yang hampir sama, tapi aku
tak mengerti makna dari yang kutulis, yang kupikirkan adalah menyususn
kata-kata indah menjadi bait. Ternyata aku dulu adalah penganut aliran sastra
L’art pour L’art (jenis aliran seni untuk seni, bukan seni untuk tujuan
tertentu/tendens) (Pradopo, 1988: 59). Ya itu dulu, sekarang aku memikirkan
bagaiamana karyaku dapat menyentuh hati pembaca dan memiliki pesan-pesan
tertentu., karena keindahahan dari suatu karya adalah bonus.
Dengan pola yang sama aku membuat puisi,
seperti jiplakan yang terindah, haha maklum masih usia 9 tahun aku sudah masuk
perkembangan kognitif tahap operasional konkrit (7-11 tahun)
“sudah mampu mengimajinasikan sesuatu,
meskipun biasanya masih emrlukan bantuan obyek-obyek konkrit” (Asrori, 2008:
46).
Aku sudah lupa apa yang kutulis waktu itu. Ya
sudahlah...
Kelas lima SD, kalau sendirian jaga warung aku
sambil membaca koran . biasanya
sore-sore banyak tetangga-tetanggaku yang pemuda main catur di depan warung,
aku sering main catur lawan mereka,kadang-kadang menang, kadang-kadang juga
kalah. Entah mengapa itu bisa terjadi, aku juga tidak tahu. Bukan main dam,
tapi catur sungguhan.
Aku sendirian membaca cerpen tentang dua anak
kembar yang memiliki sifat berlawanan baik dan buruk, mereka sangat mirip hanya
kalung merah dan biru yang membedakan mereka. Akhirnya yang baik yang akan
selalu menang. Suatu ketika ada proyek mading di kelas 5, aku membuat sinopsis
cerita anak kembar itu, karena aku masih belum tahu membuat cerita yang bagus.
Aku hanya membuat sisnopsis cerpen itu, karena koran aslinya sudah lenyap entah
kemana. Akhirnya cerpen itu tertempel di mading, yang kuingat juga selain
cerpen, ada lukisan Ali Afif dan Rahman, pantun cinta Lestari dan Eka, pantun
Jenaka dari Kudri dan Agus Muslim, kata-kata mutiara, dan teka-teki dari teman
lain.
Ketika SMP aku sekolah di MTs PPMBI, aku
diberikan peluang untuk mengepakkan sayapku.
Aku sering menulis kata-kata indah sesuai
dengan perasaanku. Ya maklum saja kelas 1 SMP mulai ada cinta-cinta monyet,
kata ayahku.
Kutuliskan kata-kata ternyata jadi puisi juga
akhirnya. Pernah kukumpulkan dalam satu buku, tapi sayang sekali buku itu
hilang ketika aku tinggal di asrama.
Ya sudahlah kenangan itu bukan untukku kenang
dalam-dalam, aku bukan sayang karena perasaan masih terpaut, aku hanya merasa
perlu melihat itulah tahap-tahap yang
pernah kulewati dalam hidup ini, harta karunku.
Ah.. sedih mengingat buku ungu bergambar
gajah, bermerk sidu itu. L
Ketika aku sekolah di Mts PPMBI aku pernah
mengikuti OSN. Awalnya seleksi antar sekolah di bidang cipta puisi balada di
SMP N 1 Sambas. Aku lupa, waktu aku juara 1 dulu judulnya apa?
Nantilah, kalau aku ingat, akau kubagikan pada
pemirsa kabar baik ini.
Lolos seleksi antar sekolah, aku maju tingkat
antar kecamatan, aku mewakili kecamatan Sambas, di SMP N 2 Sambas. Lagi-lagi
aku lupa judulnya apa. Ya maklum bukuku hilang jadi harta karunku hilang. Aku
lupa dan benar-benar sedih waktu itu.
Sebelum lomba aku banyak latihan dan banyak
mebuat puisi , paling dasar aku membuat puisi, kemudia di komentari oleh Bu
Komala, Bu Wanti, dan Bu Wanihah di ruang guru. Di rumah aku dikomentari Mak
Ngah. Padahal Mak Ngah tidak tahu-menahu tentang puisi. Tapi rasanya bahagia,
ketika dikomentari dengan jelas dan membangun. Ayah dan Ibuku selalu mengatakan
“Bagus dah yebeeeee....” hmm jadi kurang asyik, kurang menantang, aku tidak
tahu mana yang seharusnya diperbaiki.
Naik ke tingkat antar kecamatan aku dibimbing
oleh Pak Darmadi, memang guru bahasa Indonesia, tapi contoh-contoh puisi yang
diberikannye selalu erotis seperti kata-kata “bongkahan bibir”, “sentuhan
hangat””, “jemari bertindih”, “irama pinggul”, “isi beha”,’ dan segala macam.
Bayangkan aku dulu masih 13 ttahun. Aku tak mengerti maksud bapak ini apa coba?
Setelah UKK kelas 1 MTs, saat class meeting
aku dipanggi ke ruang kepala sekolah, saat itu ada Pak Nawawi kepala sekolah
SMP 1 memberitahukan bahwa aku lolos ke tingkat antar kabupaten, mewakili
Sambas di Sintang pada tanggal 26 Juli 2008. Setelah membagikan raport, sorenya
aku langsung otw Sintang, kemudian nginap di SMAN 3 Sintang. Di sana aku
berkenalan dengan Kak Mauliana dan Kak Anis, Mauliana dari MTs Pemangkat cabang
baca alquran, dan kak anis dari SMP 1
Selakau, aku lupa dia ikut storry telling kalo ga salah sih.
Sayang sekali waktu di Sintang aku hanya
harapan 1 karena saat lomba berlangsung 5 jam, aku nangis sambil menulis puisi,
udah kangen rumah, sorenya pengumaman dan malam langsung kembali ke Sambas.
Jadi di Sintang kira-kira 4 malam. Waktu itu pake Bis sekolah warna kuning,
nama supirnya Bang Ramadan, lagu yang paling banyak diputer itu lagu Ari Lasoo,
aku duduk di samping Bu Komala terus, kalau di samping beliau, dia selalu
mengatakan kalau kota Sintang itu bersih. Itu dulu yaa, ga tau sekarang..
Walopun ga menang setidaknya aku sudah pernah
membawa nama kabupaten sambas ke kancah duniaaa.. hueheheh huekkk lebay,, baru
ke Sintang juga .
Nah sampai di situ, adalagi lomba puitisasi
terjemah alquran. Aku di utus pontren PPMBI untuk lomba di Pontianak, waktu itu
aku sudah kelas 3 MTs dan sudah selesai ujian Nasional. Ayat alquran
terjemahannya aku buat menjadi puisi, aku diminta oleh ustadz Lukman untuk
belajar dengan Bu Enny guru bahasa Indonesia SMA N 2 Sambas. Aku pergi bersama
Kak Ici, karena dia ikut lomba baca puisi dan belajarnya juga sama Enny. Kami
berdua pergi ke Pontren dulu, lalu berangkat menggunakan motornya ustadz,
hahahaa......
Ibu eni keren banget, ketika ngomong suara
biasa saja, pas baca puisi suaranya berubah total, pokoknya keren binggo..
Di Pontianak awalnya nginap di Asrama haji,
kemudian pindah ke Balai Koperasi bersama Mbak Dewi Kak Ici, Ria, Ali, Brain, Pak
Izwardi, Bg Chandra, Ustadz Rahmat, dll masing-masing bidangnya.
Pas acara lomba, aku lupa kalo aku dapet ayat
yang mana, dan tentang apa. Aku berusaha semaksimal mungkin memahami terjemahan
alquran dan membuatnya menjadi pada dalam kalimat puisi. Tapi apa daya ketika
pengumuman aku hanya juara 3. Ya sudahlah.
Pak Izwardi mengatakan kalau lomba-lomba yang
tertutup penilaiannya memang akan menjadi ladang bagi tuan rumah untuk
menggondol piala, ya memang benar, dari kota Pontianak yang juara 1, padahal
sang juaranya mengatakan aku ga percaya kalo aku juara 1, aku malahan baru 2
hari dikasih tau akan ada lomba, dan aku ga sempat latihan. Ah sudahlah, aku
juga ikhlas, pas dikasih liatkan ke bu enny juga yang juara satu kalah bagus
sama puisiku .. hahahaha udaaaahhh,,, yang normal ngalah,,, :D
Tamat MTs, sepertinya sayapku juga tamat.
Setelah kehilangan dokumen puisi-puisiku , aku kehilangan gairah untuk
berimajinasi lagi.
Masuk masa-masa SMA, aku belajar menulis, tapi
beda bentuk, yaitu cerpen karena tugas kelas X membuat cerpen di suruh Bu Ros
Rosita, aku membuat cerpen pertamaku yaitu “Sejingga Bianglala yang pernah ku
share di fd dan di blog, itulah karya cerpenku yang perdaha, huahahaha....../
Kelas XI aku beralih dari penulis menjadi
pembaca, aku ikut lomba baca puisi di pondok ramadan di kota Tebas waktu itu,
dengan judul puisi “Untuk Seorang Utusan”, di sana aku bertemu Kak Mauliana dan
Kak Anis lagi, jadi kami seolah reuni waktu di Sintang. Hehehe...
Waktu itu aku juara 1 membaca puisi,
mengalahkan kak ici yang sempat menang lomba puisi di pontianak dan lanjut
lomba di surabaya. Bangga wey,,, dari penulis menjadi pembaca, dan dapat
mengalahkan pembaca yang pernah menang.
Kelas XII disuruh membuat cerpen lagi, dan
puisi. Tapi nampaknya puisi-puisi yang kutulis telah kehilangan nyawanya.
Aku menulis cerpen di kelas XII dengan judul
“Surat Cinta Siapa Ini?” pernah aku ikutkan sayembara di Balai Bhasa, entah
bagaimana caranya, tanpa ada pengumuman, tiba-tiba cerpen itu udah nongkrong
aja di antologi puisi Balai Bahasa, aku tidak tahu, dan Nisa yang memberitahu
bahwa namaku ada di dalam buku yang ia punya.
Memasuki masa-masa kuliah, aku kira aku banyak
sekali menghasilkan cerpen, puisi, bahkan novel, ternyata, kuliah tak seenteng
itu, tugas yang makin banyak saja, menguras tenaga dan pikiran. Tetapi aku
dapat berkarya, yang penting karya-karyaku banyak lolos antologi tanpa kubeli
bukunya, haha, tapi ada kebanggaan tersendiri, karyaku di muat di InspiMedia dongeng
bawah laut, Meta Kata, raditeens Publisher, Nerin Media, dan lain-lain.
Rasanya ingin menulis lagi, inspirasi banyak
sih, tapi ketajaman dan sudut pandang yang kurang di asah membuat imajinasiku
menjadi tumpul. .
Bahkan rencana judul proposal yang akan
kuajukan memang tentang pembelajaran tapi mengarah pada cipta karya sastra
dengan metode bla bla bla. Tidak muluk-muluk, aku hanya ingin selalu menulis lagi, menulis terus. Karena
sebenarnya ialah cinta pertama dan terakhirku. Sastra.
Comments
Post a Comment