Budaya Belalle' dalam Masyarakat Sambas
Budaya
Belalle’ Masyarakat Melayu Sambas Cermin Kekeluargaan Patut Dilestarikan
a. Latar
Belakang
Budaya adalah kebiasaan
suatu mayarakat dalam lingkungan tertentu yang sukar diubah. Budaya merupakan
hasil pemikiran yang kemudian dijadikan rutinitas, sehingga menjadi kebiasaan
suatu masyarakat. Budaya yang berkembang di masyarakat umumnya adalah budaya
yang bersifat baik dan perlu dipertahankan, seperti gotong-royong. Akan tetapi,
kesadaran bergotong royong sekarang ini mulai hilang karena mengikuti perkembangan
zaman dan arus globalisasi. Pengaruh globalisasi seperti ini merupakan pengaruh
negatif yang seharusnya dihindari yaitu individualisme dan materialisme.
Budaya
masyarakat Sambas yang
dahulu sangat kental, tetapi sekarang mulai digerus oleh arus globalisasi satu
di antaranya adalah gotong royong
atau dalam bahasa Melayu Sambas disebut dengan belalle’.
Belalle’ atau
gotong-royong biasanya dilakukan
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Belalle’
atau gotong-royong yang dilakukan oleh masyarakat Sambas adalah suatu kebudayaan
yang baik dan seharusnya dilestarikan. Belalle’
akan memupuk rasa persaudaraan dan kebersamaan dalam masyarakat. Akan tetapi,
arus globalisasi mulai menjalar pada kehidupan masyarakat Sambas yang memberikan
dampak negatif yaitu individualisme dan materialisme. Setiap orang hanya sibuk
dengan urusannya masing-masing tanpa mempedulikan tetangga maupun masyarakat
sekitarnya dan setiap orang melakukan pekerjaan selalu diukur dengan uang atau
upah tanpa rasa ikhlas untuk saling membantu sesama.
b. Pembahasan
Belalle’
menurut bahasa artinya bergantian. Pengertian belalle’ menurut istilah adalah jalinan kerja sama yang dilakukan
oleh sekelompok orang untuk membantu suatu kegiatan atau acara agar berjalan
dengan mudah, kemudian kerja sama tersebut akan dilakukan secara bergantian
pada lain kesempatan. Istilah belalle’
pada zaman dahulu hanya digunakan masyarakat petani di daerah Sambas untuk
saling membantu ketika menanam padi di sawah. Akan tetapi, istilah belalle’ kemudian dikenal dalam segala
bentuk gotong-royong yang diadakan oleh masyarakat.
Belalle’
telah menjadi tradisi atau kebudayaan pada masyarakat Sambas, satu di antaranya
adalah ketika menyiapkan acara pernikahan. Segala rangkaian acara pernikahan di
kalangan masyarakat Melayu Sambas tidak lepas dari tradisi belalle’, dimulai dari acara bepinjam
barang dan paccah balah; pakattan
nyarro’; beturap dan memasak; membuat
tarup, emper-emper, dan pedapuran atau petadang; besurrong; menyambut tamu; dan
bebasok.
Bepinjam
barang dan paccah
balah adalah meminjam peralatan masak seperti kawah, pinggan, piring, cangkir,
sendok, dan peralatan lainnya oleh para pemuda dan bapak-bapak ke rumah
tetangga. Acara pakattan nyarro’,
yaitu acara satu hari sebelum hari besar biasanya dilakukan pada sore hari, ibu-ibu
datang membawa bahan makanan seperti ayam, beras, gula, dan lain-lain untuk membantu
tuan rumah penyelenggara acara pernikahan menyediakan makanan untuk hari besar,
bahan makanan tersebut kemudian dicatat oleh tuan rumah seperti arisan, dan
suatu saat harus dibalas ketika orang yang membawakannya bahan makanan
melaksanakan acara pernikahan juga. Beturap
dan memasak adalah kegiatan memotong sayur dan bahan makanan lainnya lalu
dimasak. Kegiatan ini dilakukan oleh ibu-ibu dan gadis-gadis secara sukarela
dan bersama-sama di dapur. Tarup
adalah tempat untuk para tamu undangan menghadiri acara pernikahan biasanya
disebut dengan majelis. Emper-emper
adalah tempat penyusunan lauk dengan beberapa tingkatan yang memudahkan
penyajian. Pedapuran atau petadang adalah dapur tambahan yang
dibuat di belakang rumah agar kegiatan beturap
dan memasak menjadi lebih leluasa karena dapur menjadi lebih luas. Tarup, emper-emper, dan pedapuran atau petadang dibuat oleh para pemuda dan bapak-bapak dengan cara
bergotong royong mencari kayu di hutan kemudian mendirikannya bersama-sama. Besurrong adalah kegiatan yang dilakukan
oleh ibu-ibu dan bapak-bapak ketika menyajikan makanan untuk para tamu
undangan. Ibu-ibu akan menyajikan makanan untuk kelompok ibu-ibu yang disebut
dengan saprahan ibu-ibu. Bapak-bapak
akan menyajikan makanan untuk saprahan
bapak-bapak. Sebelum besurrong, di
tempat penyusunan makanan atau yang disebut dengan emper-emper, para pemuda masing-masing dengan kesibukannya menyusun
makanan di emper-emper agar mudah
dibawa oleh ibu-ibu dan bapak-bapak. Menyambut tamu dilakukan oleh ibu-ibu dan
bapak-bapak untuk menyambut tamu. Bebasok
adalah kegiatan mencuci piring setelah semua rangkaian acara selesai dan para tamu
undangan telah makan. Bebasok
dilakukan oleh para gadis-gadis yang belum menikah untuk membantu tuan rumah
dan sebagai harapan jika nanti mereka menikah, maka akan dibantu juga oleh
masayarakat. Para pemuda juga membantu dalam kegiatan bebasok yaitu mengangkut piring-piring yang kotor dan mengangkut
air untuk mencuci piring. Dalam kegiatan inilah para pemuda dan gadis-gadis
biasanya saling bercengkrama dan menimbulkan rasa kebersamaan dan keakraban sebagai pemuda-pemuda desa yang memiliki
ikatan kekeluargaan. Budaya belalle’
atau gotong-royong inilah yang membuat masyarakat semakin akrab karena segala
sesuatu dilakukan secara bersama-sama.
c. Simpulan
Belalle’
atau
gotong-royong yang dilakukan oleh masyarakat Melayu Sambas adalah suatu
kebudayaan yang baik dan harus dilestarikan, karena budaya ini meningkatkan
rasa kebersamaan dan keakraban di masyarakat. Akan tetapi, masyarakat Melayu
Sambas tidak luput dari pengaruh buruk globalisasi yang dapat menggerus
kebudayaan yang baik, sehingga sedikit demi sedikit budaya belalle’ atau gotong royong ini mulai ditinggalkan oleh masyarakat.
Masyarakat Melayu Sambas seharusnya tetap melestarikan kebudayaan ini karena
memiliki tujuan dan manfaat yang baik pula. Masyarakat yang cerdas adalah
masyarakat yang mencintai budaya dan melestarikannya.
mantap... lanjutkan agek dengan buat artikel tentang budaye sambas
ReplyDelete