Analisis Struktural (Tokoh, Alur, dan Latar) Novel Cinta di Dalam Gelas

ANALISIS TOKOH, ALUR, DAN LATAR
NOVEL CINTA DI DALAM GELAS
KARYA ANDREA HIRATA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Kajian Prosa
pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Disusun oleh:
Siwi Annisa (NIM F1011131002)



LogoUntanGIF.gif


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2015







KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Analisis Tokoh, Alur, dan Latar Novel Cinta di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata. Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas ujian akhir semester mata kuliah kajian prosa. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dra. Sesilia Seli, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah kajian prosa yang senantiasa membimbing penulis dalam memahami ilmu pengetahuan yang diberikan .
Penulis telah berusaha secara maksimal untuk menyusun materi dalam makalah ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun jika ada kekurangan pada makalah ini, agar selanjutnya tidak terjadi kesalahan yang sama. Semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembacanya.
                                                                        Pontianak, 7 Januari 2015
                                                                        Penulis,

                                                                        Siwi Annisa
                                                                        NIM F1011131002







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.    Latar Belakang........................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................... 3
C.     Tujuan...................................................................................................... 3
D.    Manfaat................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 4
A.    Pengertian Novel..................................................................................... 4
B.     Tokoh...................................................................................................... 5
C.     Alur....................................................................................................... 13
D.    Latar...................................................................................................... 15
BAB III PENUTUP......................................................................................... 21
A.    Simpulan................................................................................................ 21
B.     Saran...................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 22













BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sastra merupakan kegiatan seni yang mewujudkan gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam bukan hanya sekadar cerita khayal atau angan dari pengarang, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada di pikirannya.
Karya sastra ada yang bersifat imajinatif dan nonimajinatif. Karya sastra imajinatif adalah karya sastra yang dihasilkan dari olah imajinasi pengarang, sehingga tidak benar sama dengan kenyataan. Karya sastra nonimajinatif diangkat dari kehidupan nyata yang benar-benar terjadi, kemudian dikemas dalam bahasa yang indah.
Karya sastra yang paling banyak diminati saat ini adalah novel, baik dari segi usia remaja dan dewasa, karena novel adalah cerminan kehidupan manusia. Novel adalah karya sastra fiksi dan bersifat imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat mirip dengan dunia yang nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa di dalamnya, sehingga seperti benar-benar terjadi. Unsur intrinsik inilah yang secara langsung membangun sebuah cerita, keterpaduan unsur instrinsik akan menjadikan sebuah novel yang sangat bagus.


Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, pengarang berusaha secara maksimal mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut, sehingga pembaca dapat memahami secara utuh maksud dan tujuan pengarang. Selain itu, pembaca dapat mengambil hikmah, pelajaran, atau pesan yang ingin disampaikan pengarang.
Sebuah novel harus dipahami, jika ingin mengerti maksud dan tujuan pengarang, untuk mencapai tujuan memahami secara utuh dan mendalam tentang sebuah novel maka harus dilakukan analisis. Analisis karya sastra dapat dilakukan dengan berbagai macam pendekatan seperti pendekatan struktural, semiotik, hermeneutika, psikologi sastra, mimetik, pragmatik, estetika, dan sosiologi sastra. Makalah ini penulis buat dalam menganalisis sebuah novel yang berjudul Cinta di Dalam Gelas melalui pendekatan struktural, yang menganalisis unsur intrinsik karya sastra, yang dikhususkan pada fakta cerita, yaitu tokoh, alur, dan latar.
Cinta di Dalam Gelas merupakan novel yang sangat menggugah dan memotivasi, tentang cara seorang perempuan yang menegakkan martabatnya dengan cara yang sangat elegan, tentang perspektif politik kaum marginal, dan falsafah pendidikan yang dianut oleh perempuan pedalaman. Selain itu, novel tersebut juga mengupas kisah catur dan kebiasaan unik orang Melayu kampung yang memiliki banyak pesan moral, sosial dan kultural yang harus dipahami dengan baik. Oleh karena itu, penulis memilih novel Cinta di Dalam Gelas


untuk dianalisis sebagai tugas ujian akhir semester agar dapat diambil hikmah dan pengajaran yang berharga.
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan novel?
2.    Apa yang dimaksud dengan tokoh dan bagaimana hasil analisis tokoh?
3.    Apa yang dimaksud dengan  alur dan bagaimana hasil analisis alur?
4.    Apa yang dimaksud dengan latar dan bagaimana hasil analisis latar?
C.    Tujuan
1.      Menjelaskan secara rinci pengertian novel.
2.      Menjelaskan dan memaparkan pengertian tokoh, jenis-jenisnya dan hasil analisis.
3.      Menjelaskan dan memaparkan pengertian alur, jenis-jenisnya dan hasil analisis.
4.      Menjelaskan dan memaparkan pengertian latar, jenis-jenisnya dan hasil analisis.
D.    Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini untuk mengingatkan kembali unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam novel dan cara menganalisis novel berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya. Selain itu, makalah ini juga bermanfaat untuk menambah wawasan pembacanya tentang hasil analisis novel Cinta di Dalam Gelas.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Novel
Karya sastra sudah diciptakan jauh sebelum orang memikirkan apa hakekat sastra dan apa nilai dan makana sastra ( Hardjana, 1991: 10). Novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella, novel merupakan jenis kesusastraan antara roman dan cerita pendek dengan jalan cerita sederhana, minimal terdiri atas dua ratus halaman. Novel menurut Wellek dan Warren (1989: 282) adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis.
Menurut Nurgiyantoro (2010: 4) novel adalah:
suatu karya fiksi yang menawarkan suatu dunia yaitu dunia yang berisi suatu model yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui berbagai sistem intrinsiknya, seperti peristiwa, plot, tokoh (penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya, tentu saja juga bersifat imajinatif.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa novel adalah suatu cerita kompleks yang diangkat dari dunia nyata, dikhayalkan kemudian diatur tokoh, alur, latar, dan kofliknya sehingga bersifat imjinatif.
Nurgiyantoro (2010: 23) menjelaskan bahwa unsur intrinsik sebuah novel
adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Unsur-unsur tersebut adalah tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang


penceritaan, peristiwa, bahasa atau gaya bahasa, dan amanah. Unsur intrinsik novel juga biasanya disebut dengan fakta cerita yang disajikan di dalam cerita, walaupun sebenarnya hasil khayalan pengarang. Novel yang akan dianalis unsur intrinsiknya, khususnya fakta cerita, yaitu tokoh, alur, dan latar dalam makalah ini adalah novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata.
B.     Tokoh
Penggunaan istilah “karakter” sendiri dalam bahasa Inggris mengarah pada dua pengrtian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Stanton dalam Nurgiyantoro, 2009: 165). Menurut Nurgiyantoro (2010: 165) istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawaban dari pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, dan sebagainya. Sebenarnya antara tokoh dan karakter tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu-kesatuan, setiap tokoh yang dihadirkan oleh cerita memiliki karakter atau watak tersendiri.
Menurut Aminuddin (2011: 81) bahwa seringkali lewat tingkah laku seseorang kita dapat menentukan perwatakannya. Perwatakan atau karakter tokoh cerita dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut:
1.      tuturan pengarang terhadap karakteristik perilakunya;
2.      gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupan nya maupun cara berpakaian;
3.      menunjukkan bagaimana perilakunya;
4.      melihat bagaiamana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri;
5.      memahami bagaimana jalan pikirannya;
6.      melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya;
7.      melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya;
8.      melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain memberikan reaksi terhadapnya;
9.      melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya (Aminuddin, 2011: 80-81).
Novel memiliki banyak tokoh di dalamnya dengan berbagai jenis karakter, jenis-jenis tokoh yang dihadirkan dalam novel diberikan penamaan.
1.      Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Menurut Zulfahnur dkk. (1996: 30) tokoh utama adalah tokoh yang memegang peranan utama dan menjadi pusat sorotan di dalam intensitas keterlibatannya di dalam cerita. Tokoh utama juga merupakan tokoh yang paling memengaruhi dalam cerita, setiap konflik dan peristiwa yang dihadirkan akan berhubungan dengan tokoh utama, baik secara langsung maupun tidak langsung dan memiliki hubungan tokoh-tokoh lain yang adala dalam cerita. Tokoh utama dalam novel ini adalah Aku dan Maryamah (Enong). Aku adalah tokoh yang menceritakan setiap tokoh yang terdapat dalam novel dan Maryamah adalah tokoh yang diceritakan Aku tentang perjuangannya menegakkan martabat dan cita-citanya secara rinci.
Tokoh tambahan merupakan tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh uama (Zulfahnur, dkk. 1996: 30). Tokoh tambahan juga memiliki peranan penting dalam cerita, tanpa tokoh tambahan cerita tidak akan alur cerita tidak akan menarik, biasanya tokoh tambahanlah yang menyebabkan konflik dan masalah terjadi. Tokoh tambahan dalam novel ini adalah Paman, A Ling, Ibu, Matarom, Ninochka Stronovsky, Alvin, Syalimah, Muchlasin, Lintang, Midah, Hasanah, Sersan Zainudin, Ania, Lana, Ulma, Detektif M. Nur, Selamot, Satam, Mustahaq, Muntaha, Muhairi, Modin, Ketua Karmun, Chip, Benu, dan Rustam. Tokoh dalam tambahan ini memberikan warna cerita, sehingga membuat konflik, ketegangan, dan peleraian dalam cerita.
2.      Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (Altenbern dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2010: 178). Tokoh protagonis ini biasanya memiliki sifat yang baik dan terpuji, tokoh yang dikagumi atau menjadi teladan bagi pembaca. Tokoh Protagonis dalam novel ini adalah Maryamah (Enong), Syalimah, Ninochka Stronovsky, dan Lintang.
a.       Maryamah (Enong)
Semuanya karena sepanjang hidup ketiga gadis kecil kakak beradik itutelah menyaksikan bagaimana Ibu dan Enong berjuang untuk mereka. Enong bekerja keras menjadi pendulang timah sejak usia empat belas tahun. Ia berusaha sedapat-dapatnya memenuhi apa yang diperlukan ketiga adiknya dari seorang ayah. Dibelikannya mereka baju lebaran, diurusnya jika sakit, dan ia menangis setiap kai mengambil rapor adik-adiknya. Sebab, saat menandatangani rapor yang seharusnya ditandatangani ayahnya itu, ia rindu pada ayahnya (Hirata, 2011: 10-11).
b.      Syalimah
Seperti Syalimah yang hanya pernah dekat dengan seorang lelaki, jatuh cinta untuk pertama kali, dan menikah dengannya, lalu terpisah dengannya karena ditinggal mati, Maryamah pun tak mengenal banyak cinta. Walaupun Matarom datang pada ibunya untuk melamar, kedua anak beranak itu menganggap semua lelaki sebagai Zamzami. Syalimah dan Maryamah adalah perempuan-perempuan lugu, dengan cinta yang juga lugu. Mereka tak tahu bahwa cinta dewasa ini tak seperti dulu lagi. Cinta dewasa ini dapat menjadi kejam tak terperi. Mereka tak tahu, lelaki penyayang seperti Zamzami sudah susah dicari (Hirata, 2011: 97).
“Jika kuseduhkan kopi, ayahmu menghirupnya pelan-pelan lalu tersenyum padaku.”
Meski tak terkatakan, anak-anaknya tahu bahwa senyum itu adalah ucapan saling berterima kasih antara ayah dan ibu mereka untuk kasih sayang yang balas-membalas, dan kopi itu adalah cinta di dalam gelas (Hirata, 2011: 13).
c.       Ninochka Stronovsky
“Tentu aku bersimpati padanya dan senang mendapat murid yang menantang. Aku menyesal atas kekalahanmu waktu itu. Tapi kurasa catur memang bukanlah bidangmu, Kawan!” (Hirata, 2011: 55).
d.      Lintang
Kupandangi Lintang dengan pandangan kagum yang tak pernah lindap dalam hatiku, sejak hari pertama kami sebangku di sekolah. Ialah Isaac Newton-ku, qui genus humanum ingenio superavit (Hirata, 2011: 218).
Tokoh antagonis adalah tokoh yang mempunyai perwatakan yang bertentangan dengan tokoh protagonis. Tokoh antagonis biasanya diidentikkan dengan tokoh yang jahat daln menentang sikap tokoh antagonis, sehingga peranan tokoh antagonis menyebabkan konflik dalam cerita. Tokoh antagonis dalam novel ini adalah Matarom dan Muchlasin.
a.       Matarom
Reputasi Matarom merupakan kombinasi, ketenaran, dan kesemena-menaannya memanfaatkan nama besar untuk melestarikan hobinya sebagai lelaki hidung belang (Hirata, 2011: 20).
b.      Muchlasin
Muchlasin adalah pendatang baru dalam dunia percolongan, namun ia palaing kreatif ketimbang dua seniornya itu. Muchlasin berpembawaan manis, santun gerak lakunya, dan pintar bicara. Namanya pun seperti nama musala, tapi kelakuannya macam iblis (Hirata, 2011: 71).
3.      Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Nurgiyantoro (2010: 181) menjelaskan bahwa tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja. Tokoh sederhana tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang memberikan efek kejutan kepada pembaca. Tokoh sederhana dalam novel ini adalah Syalimah, Midah, Hasanah, Sersan Zainudin. Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya (Nurgiyantoro, 2010: 183). Tokoh bulat memiliki sifat dan tingkah laku yang tidak dapat diduga pembaca, sehingga selalu menjadi tokoh yang memiliki kejutan, dalam novel ini yaitu Paman dan Ibu.
a.       Paman
Namun, pada saat tertentu yang tak dapat diramalkan, Paman tiba-tiba bisa menjadi sangat lembut suaranya lemah dan puja-pujinya melambung bahwa seumur hidupnya ia tak pernah melihat seorang pria yang begitu halus perangainya dan begitu rajin bekerja sepertiku. Lalu ia berbalik, melihat meja-meja dan kopi, dan berbalik lagi.
“Bujang! Tidakkah kau tengok gelas kotor itu? Cuci sana. Dasar pemalas! Tak berguna sama sekali!” (Hirata, 2011: 7).
b.      Ibu
Ibu menoleh padaku dengan putaran leher yang kaku dan pandangan yang kejam. Namun, aku terkejut karena ia tersenyum. Dari sekian banyak alasan yang pernah kusampaikan pada Ibu, hampir sepanjang hidupku, baru kali ini Ibu tampak setuju! (Hirata, 2011: 53).
4.      Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi (Altenbern dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2010: 188). Tokoh statis tidak akan mengalami perubahan karakter dari awal hingga akhir cerita, yaitu Hasanah, Midah, dan Rustam.
Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan (Nurgiyantoro, 2010: 188). Tokoh berkembang terjadi karena adanya manusia yang saling memengaruhi satu sama lain, sehingga karakter tokoh dapat berkembang sesuai dengan peristiwa yang dihadirkan oleh cerita yaitu Alvin, Aku dan Maryamah.
Keadaan menjadi sangat kacau. Berandalan cilik itu tak sanggup menerima kenyataan bahwa ia telah dilipat Maryamah, dan secara sangat mendadak. Ia tampak sangat tersinggung dan malu dengan sesumbarnya tadi, sekaligus tak rela permen telur meluncur dari tangannya (Hirata, 2011: 83).
Maryamah adalah pribadi istimewa yang tidak punya tabiat mengasihani diri. Ia tak pernah mengiba-iba. Kupandangi guru kesedihan itu. Hari ini aku belajar satu hal penting darinya bahwa jika tidak bersedih atas sebuah kehilangan menimbulkan perasaan bersalah, hal itu merupakan kesalahan baru, sebab kesedihan harusnya menjadi bagian dari kebenaran (Hirata, 2011: 114).
5.      Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya (Altenbern dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2010: 190), contohnya adalah orang bersarung, orang Melayu dan orang Sawang.
a.       Orang suku bersarung
Pukul dua belas, orang-orang suku bersarung keluar rumah. Di pekarangan, mereka berkumpul membentuk lingkaran dan menggumamkan matra-mantra untuk menghormati purnama yang dahulu kala pernah mereka sembah sebagai Tuhan, dan sekarang mereka masih menghormati sebagai penjaga setia pasang-surut laut (Hirata, 2011: 3).
b.      Orang Melayu
Orang-orang Melayu, tengah malam buta itu, menghempaskan gelas kopinya yang terakhir di atas meja warung, lalu pulang beramai-ramai naik sepeda, masih saja ngomel-ngomel pada pemerintah (Hirata, 2011: 3-4).
c.       Orang Sawang
Orang-orang Sawang bertolak naik perahu, menyerbu terumbu-terumbu, berkejar-kejar dengan ombak yang tak melawan dan angin yang berkawan (Hirata, 2011: 3).
Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi (Nurgiyantoro, 2010: 191), contohnya adalah si Aku.
Sering kulamunkan, bagaimana aku seorang anak melayu udik dari keluarga Islam puritan, bisa jatuh cinta pada perempuan Tionghoa dari keluarga Konghucu sejati (Hirata, 2011: 4).
C.    Alur
Alur adalah rangkaian cerita dari awal sampai akhir yang merupakan rangkaian peristiwa lain yang dihubungkan dengan kausalitasnya, sehingga peristiwa pertama menyebabkan terjadinya peristiwa kedua, peristiwa kedua menyebabkan terjadinya peristiwa ketiga, dan demikian selanjutnya, hingga pada dasarnya peristiwa terakhir ditentukan oleh peristiwa pertama (Sumardjo dan Saini: 1988: 139). Alur menurut jenisnya terbagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut.
1.      Alur maju yaitu alur yang tersusun dari mulai pengenalan, keadaan bergerak, kemudaian pada tahap pertikaian menuju klimaks dan peleraian.
2.      Alur mundur (flashback) merupakan alur yang terjadi sebab pengarang menempatkan akhir cerita lebih dahulu lalu kembalai mengulas awal cerita (arus sorot balik).
3.      Alur campuran adalah rangkaian peristiwa yang terjadi mulai dari tahap pertikaian, klimaks tahap pengenalan dan diakhiri dengan tahapan penyelesaian.
Alur dilihat dari sudut pandang terbagi menjadi kualitas dan kuantitas.
1.      Kualitas
a.       Alur erat merupakan alur yang tidak memungkinkan terjadinya percabangan cerita.
b.      Alur longgar merupakan alur yang memungkinkan terjadi adanya percabangan cerita.
2.      Kuantitas
a.       Alur tunggal adalah alur yang di dalam cerita hanya terdapat satu alur cerita.
b.      Alur ganda adalah alur yang di dalam cerita terdapat lebih dari satu alur.
Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju, bermula dari pengenalan tokoh, Aku, Maryamah, dan masyarakat di sekitarnya. Tokoh Maryamah bermaksud ingin mengikuti pertandingan catur yang diadakan di kampungnya, padahal Maryamah tidak kenal sama sekali dengan catur, kemudian tokoh Aku menceritakan bahwa dia yang mengenalkan Maryamah pada catur dan pada Ninochka Stronovsky perempuan grandmaster catur. Kemudian Maryamah mempelajari bagaimana diagram catur, sehingga dapat mengalahkan pemain catur handal di kampungnya, termasuk Matarom, mantan suaminya.
D.    Latar
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan keadaan sosial budaya yang terjadi dalam cerita. Latar menjadi dasar dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
1.      Latar Tempat
Latar tempat menunjukkan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, unsur tempat yang digunakan dalam cerita tersebut, bisa saja berupa lokasi tertentu dengan nama yang jelas atau tanpa nama. Latar tempat merupakan latar yang berhubungan jelas dengan nama lokasi terjadinya peristiwa secara konkret, dan dapat menunjukkan pada latar pedesaan, jalan, kota dan lain-lain. Latar tempat dalam novel ini adalah warung kopi, toko tanjung pandan, Finlandia, Bitun dan gedung ibu kota.
a.       Warung Kopi
Dalam pada itu, hari ini, kudapati diriku masih duduk di sini, sebagai pelayan Warung Kopi Usah Kau Kenang Lagi, yang tak lain punya pamanku sendiri (Hirata, 2011: 4).
b.      Toko Tanjung Pandan
Suatu ketika, Enong mengajak Ania ke sebuah toko di Tanjong Pandan. Ia membelikan adik pangkuannya itu baju yang bagus (Hirata, 2011: 11).
c.       Finlandia
Di bagian dunia yang lain, nun di pusat Kota Helsinski, ibu kota Finlandia, sebuah hall yang megah telah dipadati pengunjung, fans, dan wartawan (Hirata, 2011: 24).
d.      Rumah Maryamah
Di tengah kegemparan seisi kampung membicarakan dirinya , di rumahnya yang tak ubahnya sebuah gubuk, terpencil nun di tepi kampungyang berbatasan dengan hutan, Maryamah tenggelam dalam kesedihan (Hirata, 2011: 96).
e.       Bitun
Aduh, minta ampun udiknya Bitun itu. Ke sana harus melewati tiga macam jalan. Mulanya aspal, lalu jalan pasir yang meliuk-liuk, sesuka hatinya seperti ular manau. Tempat itu adalah ujung dari ujung kampung orang Melayuyang paling ujung (Hirata, 2011: 108).
f.       Aula Gedung
Pada suatu Sabtu pagi yang menyenangkan, dengan pakaian terbaik, aku dan Detektif M. Nur duduk di aula sebuah gedung di ibu kota kabupaten (Hirata, 2011: 33).
2.      Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan di dalam sebuah karya fiksi. Waktu tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual atau yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah, adanya persamaan perkembangan waktu dapat juga dimanfaatkan untuk memberi kesan pada pembaca seolah-olah cerita itu sungguh terjadi. Penggolongan waktu dalam cerita dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:
a.       lampau, yang berarti telah lewat;
b.      kini, dapat berarti sekarang atau sedang berlangsung saat ini;
c.       akan, dapat berarti nanti, besok, lusa, atau lain-lain.
Latar waktu adalah sesuatu yang berhubungan dengan waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi, latar waktu dalam sebuah karya sastra dapat berupa latar waktu nyata maupun tidak nyata. Latar waktu dalam novel ini adalah waktu malam, sore, pagi,  dan siang.
a.       Malam
Pada malam pernikahan Ania, aku terpana melihat ketulusan yang ditunjukkan seorang kakak. Dengan bersimbah air mata, Ania menyerahkan sehelai baju muslimah pada Enong sebagai pelangkah (Hirata, 2011: 12).
b.      Sore
Saban sore aku melihat A Ling berdiri di samping sepedanya, di depan warung kami, menungguku pulang kerja (Hirata, 2011: 8).
c.       Pagi
Pada suatu Sabtu pagi yang menyenangkan, dengan pakaian terbaik, aku dan Detektif M. Nur duduk di aula sebuah gedung di ibu kota kabupaten (Hirata, 2011: 33).
d.      Siang
Merenungkan hikayat warung kopi merupakan selingan yang amat menyenangkan. Kulamunkan hal itu jika warung sedang sepi. Biasanya, antara pukul satu siang sampai menjelang asan asar. Pada masa itu, semua gerakan di pasar melambat. Jalanan kering dan berdebu (Hirata, 2011: 175).
3.      Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dengan lingkup yang cukup kompleks, ia dapat berupa kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di dalam keseharian kehidupan bermasyarakat, baik adat istiadat, keyakinan, tradisi, pandangan hidup, cara berpikir, dan sikap (Nurgiyantoro, 2010: 233). Latar sosial juga berkaitan dengan kehidupan manusia seperti adat istiadat, norma-norma, dan tingkah laku, yang terdapat dalam karya sastra. Bukti latar sosial yang terdapat dalam novel ini sebagai berikut.
a.       Orang Melayu, orang bersarung, orang Tionghoa, dan orang Sawang, tak pernah berhemat kata dan suara. Keduanya diberi Tuhan, maka berkicaulah, berkoarlah sesuka hatimu, tak perlu membayar (Hirata, 2011: 29).
b.      Orang Melayu di kampung kami, sejak nenek moyang dulu, hidup sebagai penambang. Mentaitas penambang amat berbeda dengan petani atau pedagang (Hirata, 2011: 58).
c.       Semuanya serbasederhana di Bitun. Mereka yang bosan dengan ketam akan bertukar dengan tetangganya. Mereka yang punya beras, bertukar dengan minyak kelapa. Mereka yang tak punya beras, ketam, rebung, dan minyak kelapa, bertukar senyum dengan siapa saja. Jika laut tenang, mereka melaut dan memanen kerang. Jika laut garang, mereka masuk rimba yang lebat, mencari jamur. Begitu saja ekonomi mereka (Hirata, 2011: 110).
d.      Orang Melayu, meskipun tidak modern, paham benar kopi sebagai social drink. Maka bagi kami, jika ada orang yang minum kopi untuk mengatasi rasa haus, ijazahnya harus diterawang di bawah sinar matahari ( Hirata, 2011: 122).
e.       Karena lelaki Melayu gemar berlama-lama di warung kopi, dan yang mereka lakukan di sanan selain minum kopi dan menjelek-jelekkan pemerintah adalah main catu, maka kejuaraan catur 17 Agustus amat digemari dan tinggi gengsinya di kampung kami, tak kalah dari sepak bola (Hirata, 201: 21).





















BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.       Novel adalah suatu cerita kompleks yang diangkat dari dunia nyata, dikhayalkan kemudian diatur tokoh, alur, latar, dan kofliknya sehingga menjadi cerita yang bersifat imjinatif. Unsur-unsur intrinsik novel adalah tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang penceritaan, peristiwa, bahasa atau gaya bahasa, dan amanah.
2.      Tokoh adalah pelaku yang dihadirkan oleh cerita dan memiliki karakter atau watak tertentu yang memengaruhi alur dan konflik cerita.
3.      Alur adalah rangkaian cerita dari awal sampai akhir yang merupakan rangkaian peristiwa lain yang dihubungkan dengan kausalitasnya, peristiwa yang terjadi memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan.
4.      Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan keadaan sosial budaya yang terjadi dalam cerita.
B.     Saran
Pembaca karya sastra sebaiknya dapat mengambil nilai-nilai positif yang terdapat dalam karya sastra yang telah dibacanya dalam kehidupan bermasyarakat. Novel Cinta di Dalam Gelas adalah novel yang sangat menggugah, memotivasi, dan berkualitas, sehingga sangat layak untuk dibaca dan dipelajari hikmahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hirata, Andrea. 2011. Cinta di Dalam Gelas. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sumardjo, Jakob dan Saini KM. 1988. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: PT Gramedia.
Wellek, Rene dan Austi Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.
Zulfahnur, dkk. 1996. Teori Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.




Comments

Popular Posts