Surat Cinta Siapa Ini ?

Cahaya bulan memucat, rasi bintang pari sedari tadi malam belum hilang. Tetesan embun menyeruak di ketiak daun dan kembang-kembang menyiapkan kelopaknya untuk mekar setiap pukul 08.00 pagi. Kembang delapan itulah nama bunga yang selalu menepati waktu dalan setiap janjinya, janji dia ‘kan mekar di tempat yang sama dan waktu yang sama.
            Di sebuah asrama putri pondok pesantren, seorang gadis di depan cermin mengenakan mukena putih dengan lis biru laut, dari wajahnya yang putih masih terlihat basah dan lembab oleh tetesan air wudhu’. Jemarinya menyemat mukena yang agak kebesaran di bagian leher. Sesekali ia tampak tersenyum memandangi wajahnya yang manis pada cermin di hadapannya. Bunga Zilziya namanya.
            “Ukhti, ke masjid yok!” seru temannya dari belakang. Senyuman manis dan anggukan kepala cukup mengartikan bahwa Bunga mengiyakan ajakan temannya, Isma. Dengan membawa mushaf berwarna perak di tangan kanannya mereka melangkah keluar dari asrama.
            Sampailah mereka di sebuah masjid masih dalam lingkungan pesantren. Suara lantunan ayat suci saling bersahutan di setiap penjuru masjid, jam dinding tepat menunjukkan pukul 04.05, suara sahut menyahut ayat suci seketika berhenti digantikan adzan shubuh yang menggema syahdu.
***
            Masjid Abdul Hamid telah di penuhi para santri, ada yang mengaji dan ada pula yang shalat tahiyatul masjid raka’at terakhir. Seorang santri yang kira-kira berumur 17 tahun  berdiri di belakang mimbar, dengan mengucap Basmalah dia mendekati alat pengeras suara dan menjadi muadzin shubuh ini. Suaranya yang lantang sekaligus tepat dalam pengucapan huruf membuat adzan shubuh ini begitu hikmat. Lantunan tajwidnya menjelaskan bahwa adanya dia di pesantren ini hampir enam tahun lamanya. Syahdu, begitu syahdu. Alzarkasy nama muadzin shubuh ini tertera di papan jadwal petugas adzan.
            Dari jauh terlihat senyum Bunga mengembang, setelah mengetahui bahwa itu suara Kak Alza, nama panggilan Alzarkasy. Bunga begitu menikmati adzan yang berkumandang shubuh ini. Seseorang sedari tadi memperhatikan Bunga dengan senyum sinisnya, ternyata dia adalah Isma, temannya sendiri.
***
            Pagi baru tiba, matahari menyibakkan selimut gelap yang menemani tidurnya tadi malam. Bunga melangkah menuju kelasnya, dengan jilbab biru laut dan senyum manis diawalinya hari ini. Di depan kelas, ia berpapasan dengan Alza. Begitu gugup ia melewati ikhwan itu, namun di tahannya sekuat tenaga dengan menundukkan pandangan. Alza beda satu tahun darinya, Bunga kelas XI dan Alza kelas XII. Diam-diam ia mengagumi ikhwan itu dari kelas X. Prestasinya, agama, ketaatan serta suaranya begitu menyihir Bunga. Hal ini diketahui oleh Isma. Ternyata Isma juga menyimpan hati terhadap sosok Alza. Perasaan Bunga terhadap Alza seringkali mengotori hati Isma oleh debu cemburu tanpa alasan.
***
            Hujan…
            Adakah yang tahu isi hati ini,
            Memendam rindu pada Akhi
            Maafkan anaa yang telah lancang menaruh rindu tanpa izinmu
            Merangkai dan mengucapnya lewat goresan pena
            Diam-diam aku mengagumimu,
            Aku mencintaimu, Alzarkasy.

Bunga Zilziya

            Hah…!!!
            Surat cinta siapa ini ?
            Seluruh isi asrama putra gempar oleh sebait puisi dalam sepucuk surat cinta yang ditemukan di depan pintu asrama putra. Benarkah itu surat cinta dari Bunga Zilziya, ketua asrama putri untuk ketua asrama putra, Alzarkasy ? Rasanya tidak mungkin seorang Bunga Zilziya menginjak harga dirinya dengan sepucuk surat cinta seperti itu. Para ikhwan di asrama putra banyak yang tidak percaya akan hal ini. Bagaimana tidak, Bunga adalah seorang akhwat yang dikenal bersahaja dengan kecantikannya dan sederhana dalam tiap katanya, bahkan tak jarang ia berbicara dengan menundukkan pandangan jika ikhwan mengajaknya berbicara, walaupun itu tentang pelajaran. Tapi, mengapa ini bisa terjadi ? Rasanya tidak bisa dipercaya. Begitu hebohnya, hal ini pun diketahui oleh Alza dalam surat itu tertera namanya dengan jelas.
            “Astaghfirullah, sungguh tak pantas seorang akhwat berlaku seperti ini,’ ucap Alza dengan nada lirih setelah membaca surat itu.
            Ustadz Maulana selaku pimpinan pondok pesantren mencari tahu apa yang sedang terjadi di pesantren asuhannya, lalu di temukannya surat itu di tangan Alza. Ustadz Maulana menyuruh orang terpercayanya menyampaikan hal ini kepada ustadzah di asrama putri dan akan mengadakan sidang, bila Bunga terbukti bersalah ia akan di keluarkan dari pesantren ini.
            Malam gelap dilengkapi dengan derasnya hujan membuat suasana makin mencekam ketika Bunga mendapat kabar yang tak sedap dari ustadzah. Dengan memperlihatkan barang bukti berupa surat dengan tulisan tangan, Ustadzah bertanya pelan-pelan kepada Bunga. Namun, berkali-kali Bunga tak mengakui surat itu darinya. Ustadzah hampir putus asa dengan cara pelan. Karena berkali-kali tak mengakui itu tulisan tangannya, Bunga seolah di interogasi oleh Ustadzah.
            “Betapa pedihnya difitnah seperti ini,” rintih Bunga dalam hati, dengan airmata yang berlinangan, Bunga membela dirinya, membela kejujuran yang dijunjungnya.
            “Jujurlah Bunga, janganlah kau berbohong! Sungguh memalukan diam-diam mengirim surat cinta ke asrama putra, Bunga. Ini pesantren Bunga !” Ustadzah tak dapat membendung tangisnya, jelas tak percaya dengan kelakuan anak asuhnya yang telah diberi kepercayaan itu. Tapi, bagaimana lagi? Bukti sudah di tangan.
            “Sekali lagi Bunga, ini benar tulisanmu?” Ustadzah mencoba mempertegas suaranya.
            “Hadzihi Fitnah yaa Ustadzah, hadzihi fitnah, Wallahi ya Ustadzah!” Bunga menutup wajah dengan jilbabnya yang telah basah oleh airmata. Bunga tertunduk, tak mampu lagi menahan betapa pedih hatinya saat ini. Ustadzah menginterogasi Bunga.
            “Jangan bermain dengan kata sumpah, Bunga! Tak pantas kau ucapkan kebohongan dengan menyebut nama Allah SWT!”
            “Wallahi yaa Ustadzah, ini bukan tulisan tangan anaa,”
            Bunga mengumpulkan semua buku catatannya dan menyamakan tulisan di surat dan tulisan di catatannya sambil sesekali ia menghapus airmatanya. Sejak dua jam lalu ia menangis, mata memerah dan kelopak matanya membengkak.
            Tak ditemukannya salah satu jenis tulisan yang sama, hingga buku terakhir bersampul coklat tua, dengan tulisan tangan tegak bersambung miring ke kanan, jenis tulisan yang sama persis dengan tulisan di surat itu.
            “Astaghfirullahal’adzim, Allahu akbar!” seru Bunga tak percaya.
            “Ini bukan buku anaa, Ustadzah.Ini buku Isma,” suara Bunga memelan dan tangisnya tak dapat berhenti, ia menghambur ke pelukan Ustadzah.
            “Jangan melimpahkan kesalahan kepada orang lain, Bunga!” dengan tak berdaya lagi, Bunga memperlihatkan buku itu kepada ustadzah.
            “Ini sama persis, ustadzah. Ini buku Isma.kemarin anaa meminjamnya karena ada catatan anaa yang tidak lengkap,” jelas Bunga dengan memperlihatkan nama pemilik buku tersebut pada sampul halaman depan.
            “Yaa Allah, mengapa Isma bisa begitu tega terhadapmu, anakku?”
            Bunga hanya menggelengkan kepala dan masih menutup wajahnya.
            Seseorang yang sedari tadi mendengar percakapan mereka berdua dari balik pintu kamar kemudian berlari, hendak melarikan diri dari asrama, namun pintu keluar sudah dikunci oleh Bunga. Orang itu tetap berlari dan tidak memperhatikan apa yang dilaluinya, sehingga ia menabrak sebuah lemari besar.
            “Braaakkkkk…..!!!” suara kardus berisikan buku-buku dari atas lemari berjatuhan dan menimpa orang tersebut. Sehingga menyadarkan Ustadzah dan Bunga dari tangisnya, mereka keluar kamar dan melihat Isma tergeletak tak berdaya di timpa oleh lemari tua berisikan ratusan buku.
            “Astaghfirullah, ada apa ukhti?” seru Bunga membangunkan Isma yang tak sadarkan diri. Isi asrama putri terjaga dengan kekalutan yang ada. Jam menunjukkan pukul 22.45. Akhirnya Isma sadarkan diri.
            Bunga yang sedari tadi ditunggu di ruang sidang karena masalah surat cintanya, akhirnya menghadiri sidang. Oleh karena bukan dia yang melakukan, ia pun sabar namun, kelopak matanya masih bengkak akibat menangis selama dua jam tadi.
            Sebagian dari ikhwan tak sabar mendengar pengakuan dari Bunga. Seseorang dari mereka ada yang benar-benar terpukul akibat ulah Bunga tersebut. Ia adalah Alza, dia sangat menyayangkan perbuatan Bunga tersebut karena itu bukanlah contoh yang baik untuk ikhwan dan akhwat lainnya.
            Akhirnya Bunga diizinkan berbicara oleh dewan hakim pada sidang itu yang di ketuai oleh pimpinan pondok dan beserta ustadz lainnya. Dengan sabar ia menjelaskan bahwa itu hanyalah ketidaksengajaan seseorang terhadapnya. Tapi, di tengah penjelasan muncul lah sosok Isma dengan membawa tas-tasnya.dari luar ruangan dia mengucap salam dan memasuki ruang sidang itu.

            “Assalamu’alaikum,” ucap Isma. Semua menoleh ke arahnya dan menjawab salam.
            “Afwan yaa ikhwan, anaa benar-benar minta maaf atas kesalahan anaa, semuanya menjadi seperti ini, karena kebodohan anaa lah. Suasana pesantren menjadi kacau karena kekotoran hati anaa lah. Sehingga ukhti Bunga yang menjadi korban keegoisan anaa. Anaa benar-benar minta maaf telah membuat kegaduhan serta kekacauan di pesantren ini. Anaa harus jujur, yang menulis surat itu bukanlah ukhti Bunga, tapi anaa. Anaa yang bersalah, anaa yang harus dihukum , anaa yang pantas dikeluarkan dari pesantren ini. Jiwa anaa terlalu kotor untuk tetap tinggal di sini., anaa hanya iri dengan ukhti Bunga, tapi anaa tidak dapat…..,” jelas Isma terputus karena isak tangisnya. Dengan linangan air mata Isma mencoba melanjutkan kata-katanya tapi dicegah oleh Bunga.
            “Ukhti, sudah cukup ukhti,” Bunga merebahkan temannya yang tak kuat lagi berdiri.
            “Maafkan anaa, ukhti. Anaa telah begitu jahat memfitnah anti,” ucap Isma sambil memeluk Bunga.
            “Sudah, ukhti,” hibur Bunga
            “Mengapa kau lakukan itu Ismi?” Tanya Ustadz Maulana
            “Ada apa sebenarnya antara Bunga dan Alza?”
            “Maafkan anaa Ustadz, telah membuat kekacauan di asrama putra. Sungguh demi Allah di antara mereka tidak ada apa-apa. Hati anaa yang begitu kotor untuk memfitnah ukhti Bunga, Ustadz. Anaa rela menerima hukuman untuk di keluarkan dari pesantren ini.karena itu semua salah anaa.”
            “Maafkan anaa ukhti,” isak tangis Isma belum juga reda.setelah beberapa pimpinan pondok pun berunding untuk mengeluarkan Isma dari dari pesantren tersebut, karena telah membuat kekacauan di antara asrama putra dan putri. Ustadz Maulana berbicara di depan sidang, bahwa Isma harus pulang sebelum pukul 07.00, sebelum dewan hakim mengetuk palu, Bunga mengacungkan tangan tanda tidak setuju.
            “Yaa ustadz wa Ustdzati, bukankah kita dianjurkan untuk saling memaafkan. Mengapa tidak kita maafkan saja ukhti Isma yang kurang beruntung ini karena terpedaya oleh hawa nafsunya.Bagaimana kalau kita maafkan saja dan beri kesempatan kepada ukhti Isma untuk memperbaikinya. Bukankah begitu lebih baik yaa Ustadz dan Ustadzah?” jelas Bunga.
            Akhirnya, atas berbagai pertimbangan, usul Bunga disetujui, dengan syarat Isma tidak boleh mengulangi perbuatannya lagi. Sidang pun ditutup. Dua sekawan itu kembali ke kamarnya diiringi akhwat lainnya. Isma sangat berterima kasih kepada Bunga yang telah memaafkannya, dan Isma berjanji ia tidak akan mengulangi perbuatan memalukan itu lagi, mereka berdua pun berpelukan.
***

            Di dalam masjid seorang ikhwan sedang bermunajat kepada Penciptanya. Dia bersyukur bahwa seseorang yang ingin dijaga hati dan pandangannya tidak melakukan perbuatan yang sungguh tak pantas bagi seorang akhwat.
            Jika malam ini adalah bukti cinta Tuhan kepada kita
        Maka, biarlah aku mencintaimu dalam bisu
Menyayangimu tanpa menyentuhmu
Mengasihimu tanpa ingin kau terusik oleh kehadiranku
Aku sadar ini belum waktunya, Ukhti…
Bahwa Sang Cinta jauh lebih layak,
Kau ucap dalam tasbihmu
Tunggu aku,
Suksesku nanti,
Akanku jemput dirimu.
Semoga Tuhan menjamah do’aku, do’amu dan do’a kita
Karena Tuhan mengasihi orang-orang yang sabar.

~~**selesai**~~


Comments

Post a Comment

Popular Posts